BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan masa transisi, dimana anak memiliki
rasa keingintahuan yang tinggi dan juga keinginan untuk mencoba sesuatu yang
baru. Hal tersebut menyebabkan tidak sedikit remaja-remaja menyalurkan dengan
media yang salah dalam bentuk juvenile deliquency (kenakalan remaja).
Kenakalan remaja sangat meningkat baik kuantitas maupun kualitas, hal ini
sangat mengkhawatirkan kita semua , mulai dari tawuran, pembajakan bis,
pemalakan, pencurian, pelecehan seksual ,kapak merah, dll. Keadaan demikian
sangat memprihatinkan mengingat kenakalan remaja sudah melampaui batas yang
wajar, bahkan sudah sama dengan bentuk kejahatan yang dilakukan oleh orang
dewasa.
Kenakalan remaja bukan hanya melanda keluarga kelas menengah
kebawa saja, namun juga keluarga menengah ke atas seperti : pencurian barang
keluarga akibat kecanduan narkoba Kekhwatiran orang tua sangat beralasan
mungkin saja anaknya terlibat dalam kenakalan yang melampaui batas ,karena
pergaulan yang kurang baik seperti: tawuran pelajar dan juga lingkungan yang negative
penuh dengan anak nakal, merokok dan narkoba.
Bentuk-bentuk kenakalan remaja beraneka ragam mulai
berani membangkang terhadap orang tua, sering bolos sekolah, aksi corat-coret
gedung dan fasilitas umum, memalak pelajar lain,merokok, minuman beralkohol,sex
bebas, tindak pencabulan, narkoba, tawuran remaja sampai perampokan dan
pembajakan bis dengan kekerasan dan ancaman senjata tajam.
Kehadiran geng motor melengkapi salah satu bentuk kenakalan
remaja yang cukup meresahkan, setelah selama ini masyarakat sudah banyak
dipusingkan aksi dalam bentuk lain, seperti tawuran antar pelajar, pembajakan
angkutan umum, sampai hal-hal yang menjurus kriminal. Dari fenomena-fenomena
sosial tersebut banyak orang menyatakan bahwa perilaku destruktif remaja ini erat
kaitannya dengan model pendidikan saat ini, yang cenderung mengedepankan nilai
akademik, daripada penanaman budi pekerti.
Dalam makalah ini saya lebih banyak membahas pada fenomena
geng motor sebagai salah satu kenakalan remaja. Bentuk kenakalan remaja seperti
drugs, alcohol, violence, dan adolescent pregnancy menurut
sepengamatan saya sudah cukup sering dibahas beserta penyebab dan solusinya.
Oleh karena itu, saya fokus membahas fenomena geng motor sebagai salah satu
bentuk kenakalan remaja yang harus dicari penyebab dan bagaimana solusinya
walaupun akibat yang ditimbulkan tidak sesignifikan kenakalan remaja yang lain.
Dalam ilmu psikologi, perkembangan masa remaja menjadi salah
satu pembahasan yang penting karena masa remaja adalah salah satu ‘puzzle’
rangkaian dari masa-masa hidup manusia yang tidak dapat terpisahkan. Oleh
karena itu, kami mencoba memahami bagaimana kenakalan remaja berdasarkan
fenomena komunitas geng motor dapat terbentuk dan bagaimana penanganannya menggunakan
pendekatan teori psikologi perkembangan.
1.2.
Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian remaja?
1.2.2 Bagaimana perkembangan remaja?
1.2.3 Apa itu kenakalan remaja dan faktor
penyebabnya?
1.2.4 Apa itu geng motor?
1.2.5 Apa pendekatan psikologi yang digunakan dalam penanganan kenakalan
remaja (geng motor) ?
1.3.
Tujuan Penulisan
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian remaja
1.3.2 Untuk mengetahui perkembangan remaja
1.3.3 Untuk mengetahui apa itu kenakalan remaja
dan faktor penyebabnya
1.3.4 Untuk mengetahui apa itu geng motor
1.3.5 Untuk mengetahui pendekatan apa yang digunakan dalam penanganan
kenakalan remaja (geng motor)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
remaja
Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to
grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang
memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990)
mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak
dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja
(adolescent) secara eksplisit melainkan
secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence).
Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa
transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya
dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun
atau awal dua puluhan tahun. Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa
remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17
tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock
karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan
yang lebih mendekati masa dewasa.
Papalia
& Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara
kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat
bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan
yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan
dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan
cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
2.2
Perkembangan Remaja
Transisi perkembangan pada masa remaja berarti
sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan
masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu
antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus
bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan
semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang
ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia &
Olds, 2001).
Perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang
kehidupan. Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan
tinggi atau berat tubuh, dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir
secara konkret menjadi abstrak. Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi
pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang telah
diketahui, yaitu: (1) perkembangan fisik, (2) perkembangan kognitif, dan (3)
perkembangan kepribadian dan sosial.
Aspek-aspek perkembangan pada masa remaja
- Perkembangan fisik
Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak,
kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001).
Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh,
pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi
reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya
adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan.
Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan
kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).
2. Perkembangan Kognitif
Menurut
Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia
karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja
secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan
tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja
sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding
ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja
tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu
mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.
Perkembangan
kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar,
berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) mengemukakan
bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari
struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk
eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut
tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam Papalia
& Olds, 2001).
Tahap
formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu
berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada
hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai
tahap operasi formal remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks.
Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu
hal. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang
hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan
remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi
yang masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat
memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada
masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan
konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat
membahayakan dirinya.
Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi
tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan
di masa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat
dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih logis. Remaja sudah
mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat
suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2001).
Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak
yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara
berpikir egosentrisme (Piaget dalam Papalia & Olds, 2001). Egosentrisme di
sini adalah “ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain”
(Papalia dan Olds, 2001). Elkind (dalam Beyth-Marom et al., 1993; dalam Papalia
& Olds, 2001) mengungkapkan salah satu bentuk cara berpikir egosentrisme
yang dikenal dengan istilah personal fabel.
Personal fabel adalah “suatu cerita yang kita katakan
pada diri kita sendiri mengenai diri kita sendiri, tetapi [cerita] itu tidaklah
benar” . Kata fabel berarti cerita rekaan yang tidak berdasarkan fakta,
biasanya dengan tokoh-tokoh hewan. Personal fabel biasanya berisi keyakinan
bahwa diri seseorang adalah unik dan memiliki karakteristik khusus yang hebat,
yang diyakini benar adanya tanpa menyadari sudut pandang orang lain dan fakta
sebenarnya. Papalia dan Olds (2001) dengan mengutip Elkind menjelaskan
“personal fable” sebagai berikut :
“Personal fable adalah
keyakinan remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh hukum alam.
Belief egosentrik ini mendorong perilaku merusak diri [self-destructive] oleh
remaja yang berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari bahaya.
Misalnya seorang remaja putri berpikir bahwa dirinya tidak mungkin hamil
[karena perilaku seksual yang dilakukannya], atau seorang remaja pria berpikir
bahwa ia tidak akan sampai meninggal dunia di jalan raya [saat mengendarai
mobil], atau remaja yang mencoba-coba obat terlarang [drugs] berpikir
bahwa ia tidak akan mengalami kecanduan. Remaja biasanya menganggap bahwa
hal-hal itu hanya terjadi pada orang lain, bukan pada dirinya”.
Beyth-Marom, dkk (1993) kemudian
membuktikan bahwa ternyata baik remaja maupun orang dewasa memiliki kemungkinan
yang sama untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang berisiko merusak
diri (self-destructive). Mereka juga mengemukakan adanya derajat yang
sama antara remaja dan orang dewasa dalam mempersepsi self-invulnerability.
Dengan demikian, kecenderungan melakukan perilaku berisiko dan kecenderungan
mempersepsi diri invulnerable menurut Beyth-Marom, dkk., pada remaja dan
orang dewasa adalah sama.
- Perkembangan Kepribadian dan
Sosial
Perkembangan
kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan
menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan
dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia & Olds, 2001). Perkembangan
kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang
dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang
unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds,
2001).
Perkembangan
sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang
tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak,
remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah,
ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds,
2001). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah
besar.
Pada
diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat.
Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk
menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku
banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991).
Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan
keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993;
Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan
Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan
sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan
dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya
mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang
bagus, dan sebagainya (Conger, 1991).
2.3 Kenakalan Remaja
dan Faktor Penyebabnya
Menurut Santrock (2002), kenakalan remaja (juvenile
delinquency) mengacu kepada suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari
perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan
di sekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah) hingga tindakan-tindakan kriminal
(seperti mencuri). Kartono sebagai ilmuan sosiologi
menyatakan bahwa kenakalan remaja merupakan gejala patologis sosial
pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya,
mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang.
Perilaku nakal remaja bisa disebabkan oleh faktor dari
remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal).
Faktor
internal:
- Krisis
identitas
Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua. - Kontrol diri yang lemah
Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku nakal. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
Faktor
eksternal:
- Keluarga
Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja. - Teman sebaya yang kurang baik
- Komunitas/lingkungan
tempat tinggal yang kurang baik
2.4 Geng Motor
Perlu dibedakan
antara geng motor dengan Club Motor. Geng motor adalah kumpulan
orang-orang pecinta motor yang doyan kebut-kebutan, tanpa membedakan jenis
motor yang dikendarai. Sedangkan Club Motor biasanya mengusung merek
tertentu atau spesifikasi jenis motor tertentu dengan perangkat organisasi formal,
seperti HDC (Harley Davidson Club), Scooter (kelompok pecinta Vesva), kelompok
Honda, kelompok Suzuki, Tiger, Mio.
Ada juga Brotherhood kelompok pecinta motor besar tua. Tapi kalau soal aksi jalanan, semuanya sama saja. Kebanyakan sama-sama merasa jadi raja jalanan, tak mau didahului, apalagi disalip oleh pengendara lain.
Ada juga Brotherhood kelompok pecinta motor besar tua. Tapi kalau soal aksi jalanan, semuanya sama saja. Kebanyakan sama-sama merasa jadi raja jalanan, tak mau didahului, apalagi disalip oleh pengendara lain.
Ada
empat geng motor yang paling besar di Bandung yakni Moonraker , Grab on Road
(GBR), Exalt to Coitus (XTC) dan Brigade Seven (Brigez). Keempat geng
itu sama- sama eksis dan memiliki anggota di atas 1000 orang. Kini mereka mulai
menjalar ke daerah- daerah pinggiran Jawa Barat, seperti Tasikmalaya, Garut,
Sukabumi, Ciamis, Cirebon dan Subang. Kita mulai saja dengan Moonraker. Inilah
konon ruh dari semua geng motor di Bandung. Moonraker lahir pada tahun 1978.
Sel-sel komunitas ini, dirajut oleh tujuh orang pemuda yang sama-sama hobi
balap.
Sekarang geng-geng motor sudah berada dalam taraf
berbahaya, tak segan mereka tawuran dan tak merasa berdosa para geng tersebut
membunuh. Perbedaan jelas dari geng
motor dan club motor dan motor community adalah :
- Kebanyakan
anggota geng motor tidak memakai perangkat safety seperti
helm, sepatu dan jaket.
- Membawa
senjata tajam yang dibuat sendiri atau udah dari pabriknya seperti
samurai, badik hingga bom Molotov.
- Biasanya
hanya muncul malam
hari dan tidak menggunakan lampu penerang serta berisik.
- Jauh dari
kegiatan sosial, tidak pernah membuat acara-acara sosial seperti sunatan
masal atau kawin masal, mereka lebih suka membuat acara membunuh masal.
- Anggotanya
lebih banyak kepada kaum lelaki yang sangar, tukang mabok, penjudi dan
hobi membunuh, sekalipun tidak menutup kemungkinan ada kaum hawa yang ikut
geng motor biasanya hanya dijadikan budak nafsu.
- Motor yang
mereka gunakan tidak
lengkap, tidak ada spion, sein, hingga lampu
utama,
yang penting buat mereka adalah kencang dan mampu
melibas orang yang lewat.
- Visi dan
misi mereka jelas, hanya membuat kekacauan dan ingin menjadi geng terseram
diantara geng motor lainnya hingga sering terjadi tawuran di atas
motor.
- Tidak
terdaftar di
kepolisian atau masyarakat setempat.
- Kalau ‘nongkrong’, lebih
suka di
tempat yang jauh dari kata terang. Lebih memilih
tempat sepi, gelap dan bau busuk.
- Kalau
pelantikan anak baru biasanya bermain fisik, disuruh berantem dan
menenggak minuman keras sampai ‘jackpot’
(muntah-muntah).
Sedangkan untuk club dan komunitas motor, penjelasan di atas
jelas bukan ciri-ciri mereka, namun sekarang perlu diwaspadai karena ada
geng motor yang berkedok club motor. Berpakaian rapi, safety dan
penuh perlengkapan berkendaraan namun arogan, anarkis dan egois kalau dijalan
serta tak segan mereka membuat rusuh bila merasa diganggu. Selama AD/ART mereka jelas dan
terdaftar dipihak kepolisian, club motor tidak bakal berubah menjadi
geng motor.
Dari
keterangan di atas, geng motor yang kebanyakan beranggotakan remaja biasanya
melakukan juvenile deliquency dalam bentuk ngebut-ngebutan dan
pelanggaran lalu lintas disebabkan karena selain keinginan untuk coba-coba
yaitu karena mereka menganggap semuanya itu sekedar permainan tanpa pikir
panjang sebelumnya bagaimana konsekuensi yang akan mereka dapat. Pendapat
Elkind bahwa remaja memiliki semacam perasaan invulnerability yaitu
keyakinan bahwa diri mereka tidak mungkin mengalami kejadian yang membahayakan
diri, merupakan kutipan yang populer dalam penjelasan berkaitan perilaku
berisiko yang dilakukan remaja (Beyth-Marom, dkk., 1993). Umumnya dikemukakan
bahwa remaja biasanya dipandang memiliki keyakinan yang tidak realistis yaitu
bahwa mereka dapat melakukan perilaku yang dipandang berbahaya tanpa
kemungkinan mengalami bahaya itu.
2.5 Penanganan
Kenakalan Remaja (Geng Motor)
Dalam pendekatan psikologi penanganan kenakalan remaja
memiliki banyak cara yang bervariasi namun dalam pembahasan fenomena komunitas
geng motor kita memfokuskan menggunakan 2 metode, yaitu: (1) Behavioural
methods, (2) Cognitive-behavioral (CBT) methods.
Metode
Penanganan Juvenile Delinquency
- Behavioural Methods
Penanganan
kenakalan remaja geng motor dengan menggunakan metode ini adalah dengan mencoba
untuk mengubah perilaku remaja tersebut. Behavioural methods akan lebih
terlihat hasilnya ketika diiringi dengan multimodal interventions (Henggeler
dalam Herbert, 2005). Penanganannya termasuk:
- Training komunikasi
- Feedback
- Positive interruption
- Problem-solving
- Membentuk pemikran rasional
- Happy talk
- Positive request
- Non-blaming communication
- Training keahlian negosiasi
- Meningkatkan dialog
- Permainan-permainan dalam keluarga
Selain cara-cara diatas terdapat
beberapa training dan program rehabilitasi yang berbeda, antara lain:
- The Reasoning and
Rehabilitation Programme, dikembangkan oleh Ross and Fabiono dalam Herbert
(2005).
Dalam fenomena komunitas geng motor
perlu diadakannya program rehabilitasi dan penalaran untuk para anggota geng
sesuai dengan prosedur rehabilitasi tersebut untuk mengubah perilaku
‘ngebut-ngebutan’ dan melanggar lalu lintas menjadi pemakai jalan raya yang beradab.
- Agression Replacement Training
(ART) (Glick & Goldstein dalam Herbert, 2005) terdiri dari tiga
pendekatan utama untuk mengubah perilaku: bentuk pembelajaran keahlian sosial,
training mengkontrol kemarahan atau emosi, dan pendidikan moral.
Anggota geng motor perlu memahami
untuk berinteraksi sosial yang seharusnya. Selain itu, mengontrol emosi atau
kemarahan adalah aspek penting yang harus dilakukan anggota geng tersebut
karena biasanya gejolak emosi yang berlebihan itulah yang menyebabkan seorang remaja
menyalurkan dalam bentuk juvenile deliquency. Pendidikan formal juga
faktor penting yang harus didapatkan oleh para remaja.
- Cognitive-behavioural (CBT)
Methods
Pendekatan CBT sebagai intervensi
untuk kenakalan remaja biasanya terdiri dari beberapa teknik yang mana
merupakan akar dari terapi kognitif (persuasion, challenging, debate,
hypothesizing, cognitive restructuring, and internal debate) yang
digabungkan dengan terapi prilaku (operant procedure, desentization, social
skills training, role play, behaviour rehearsal, modelling, relaxation
exercise, self monitoring).
Program penganan didesain seperti
urutan dibawah ini:
- Training relaksasi, yaitu
remaja anggota geng motor tersebut perlu mengikuti training relaksasi ataupun
menggunakan teknik-teknik atau cara-cara yang dapat membuat mereka tenang dan
nyaman. Hal ini disebabkan dengan hati yang panik dan penuh gejolak akan
menyebabkan seseorang salah dan tidak awas untuk mengambil suatu tindakan.
Selain itu, dalam keadaan tenang dan nyaman akan mempermudah seseorang dimana
dalam konteks ini remaja anggota geng motor untuknmenerima perlakuan-perlakuan
lainnya.
- Modelling dan reinforcement
tingkahlaku, yaitu dengan memberikan mereka model dan penguatan yang dapat
mereka tiru. Hal ini penting karena biasanya remaja yang terjebak oleh
kenakalannya tidak dapat membedakan apakah tindakan mereka itu baik atau buruk.
Oleh karena itu, dengan adanya contoh dan penguatan baik itu reward atau
punishment akan memberi arahan bagi remaja anggota geng motor tersebut.
- Menumbuhkan lebih banyak
pikiran-pikiran positif (kognisi) dan atribusi diri untuk alter maladaptive
beliefs, yaitu dengan memberi sugesti-sugesti positif apa yang seharusnya
dilakukan. Sehingga para komunitas geng motor tersebut dapat bepikir bahwa
tindakan mereka itu tidak benar.
- Self-appraisal
- Pengalaman kegiatan yang
menyenangkan, yaitu mengganti tindakan mereka yang tidak mematuhi
norma-norma sosial dengan kegiatan lain yang menyenangkan namun itu tidak
bertentangan dengan norma-norma yang ada seperti permainan balapan motor, atau
pertandingan balap motor F1, atau dengan kegiatan-kegiatan yang lain.
- Menggunakan operant
conditioning untuk mengembangkan perilaku prososial dan mengembangkan keahlian
sosial, yaitu menggunakan reinforcement untuk menimbulkan perilaku
yang dapat diterima sosial.
Selain dua metode di atas Santrock
(1999) memberikan strategi-strategi untuk mengembangkan kehidupan remaja,
diantaranya:
- Lebih mengembangkan
harapan-harapan positif untuk remaja
Dengan
mengembangkan harapan-harapan positif kepada remaja akan membuat remaja merasa
dirinya tidak dipandang hanya sebagai sumber kenakalan dan perusak. Janganlah
melihat remaja saat dia melakukan kerusakan dan krisis. Lihatlah sewaktu
evaluasi dan membuat komitmen tentang dirinya.
- Buatlah
sekolah yang lebih baik untuk remaja
Sekolah untuk
para remaja membutuhkan pengembangan sosioemosional sebaik pengembangan
kognitif.
- Sukseskan
program untuk remaja dalam menghadapi bahaya
Dua komposisi terpenting untuk
menyukseskan program untuk remaja dalam bahaya, yaitu:
- Tumbuhkan atensi individu
- Kembangkan koordinasi
komunitas-jaringan luas
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari penulisan di atas dapat disimpulkan bahwa penanganan
kenakalan remaja dalam fenomena komunitas geng motor menggunakan pendekatan
psikologi dapat menggunakan dua metode, yaitu: (1) Behavioural methods,
(2) Cognitive-behavioral (CBT) methods. Behavioural methods
adalah metode dengan mengubah perilaku geng motor tersebut dan menggantinya
dengan perilaku lain yang baik. CBT methods adalah metode yang digunakan
dari kombinasi penguatan secara kognitif dan perilaku.
3.2
Saran
Pembaca disarankan menggunakan dua
metode pendekatan psikologi untuk menganalisis kenakalan remaja komunitas geng
motor. Untuk penulisan selanjutnya dapat membahas penanganan bentuk kenakalan
remaja lainnya, ataupun menganalisis permasalahan tersebut dengan menggunakan
metode lainnya ataupun mungkin pembahasannya di luar atau kolaborasi dengan
perspektif disiplin ilmu lainnya. Contohnya yaitu kolaborasi pendekatan
psikologi dan bagaimana secara hukum juvenile delinquency dipandang.
DAFTAR PUSTAKA
.
Gunarso, Singgih D. 1983. Psikologi Remaja. Jakarta: PT.
Gunung Mulia, Kwitang.
Jumhur & Moh Surya. Bimbingan
dan Penyuluhan. Bandung: PT. C.V. Ilmu.
Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha
Nasional.
Atkinson, R.L. et.al. (1999). Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga
Kartono, kartini.
2003. Patologi sosial II Kenakalan
Remaja. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada
Firman. (2007). Menanggulangi
Masalah Remaja [online].Tersedia:http://beb7n.wordpress.com/2008/08/13/menanggulangi-masalah-kenalakan-remaja/. [25 April 2010]
(2007).Perbedaan geng motor dan club
motor
[online].Tersedia(http://tawvic.wordpress.com/2009/01/07/perbedaan-geng-motor-club-motor-dan-
motor-community/. [12
Januari 2012]
Nice Gan,Pantengin Juga blog ane ya gan! http://dou-ble.blogspot.co.id/
BalasHapus