Selasa, 07 Oktober 2014

Pendekatan-pendekatan Psikologi dalam Penanganan Masalah Kenakalan Remaja

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan masa transisi, dimana anak memiliki rasa keingintahuan yang tinggi dan juga keinginan untuk mencoba sesuatu yang baru. Hal tersebut menyebabkan tidak sedikit remaja-remaja menyalurkan dengan media yang salah dalam bentuk juvenile deliquency (kenakalan remaja). Kenakalan remaja sangat meningkat baik kuantitas maupun kualitas, hal ini sangat mengkhawatirkan kita semua , mulai dari tawuran, pembajakan bis, pemalakan, pencurian, pelecehan seksual ,kapak merah, dll. Keadaan demikian sangat memprihatinkan mengingat kenakalan remaja sudah melampaui batas yang wajar, bahkan sudah sama dengan bentuk kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa.
Kenakalan remaja bukan hanya melanda keluarga kelas menengah kebawa saja, namun juga keluarga menengah ke atas seperti : pencurian barang keluarga akibat kecanduan narkoba Kekhwatiran orang tua sangat beralasan mungkin saja anaknya terlibat dalam kenakalan yang melampaui batas ,karena pergaulan yang kurang baik seperti: tawuran pelajar dan juga lingkungan yang negative penuh dengan anak nakal, merokok dan narkoba.
Bentuk-bentuk kenakalan remaja  beraneka ragam mulai berani membangkang terhadap orang tua, sering bolos sekolah, aksi corat-coret gedung dan fasilitas umum, memalak pelajar lain,merokok, minuman beralkohol,sex bebas, tindak pencabulan, narkoba, tawuran remaja sampai perampokan dan pembajakan bis dengan kekerasan dan ancaman senjata tajam.
Kehadiran geng motor melengkapi salah satu bentuk kenakalan remaja yang cukup meresahkan, setelah selama ini masyarakat sudah banyak dipusingkan aksi dalam bentuk lain, seperti tawuran antar pelajar, pembajakan angkutan umum, sampai hal-hal yang menjurus kriminal. Dari fenomena-fenomena sosial tersebut banyak orang menyatakan bahwa perilaku destruktif remaja ini erat kaitannya dengan model pendidikan saat ini, yang cenderung mengedepankan nilai akademik, daripada penanaman budi pekerti.
Dalam makalah ini saya lebih banyak membahas pada fenomena geng motor sebagai salah satu kenakalan remaja. Bentuk kenakalan remaja seperti drugs, alcohol, violence, dan adolescent pregnancy menurut sepengamatan saya sudah cukup sering dibahas beserta penyebab dan solusinya. Oleh karena itu, saya fokus membahas fenomena geng motor sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja yang harus dicari penyebab dan bagaimana solusinya walaupun akibat yang ditimbulkan tidak sesignifikan kenakalan remaja yang lain.
Dalam ilmu psikologi, perkembangan masa remaja menjadi salah satu pembahasan yang penting karena masa remaja adalah salah satu ‘puzzle’ rangkaian dari masa-masa hidup manusia yang tidak dapat terpisahkan. Oleh karena itu, kami mencoba memahami bagaimana kenakalan remaja berdasarkan fenomena komunitas geng motor dapat terbentuk dan bagaimana penanganannya menggunakan pendekatan teori psikologi perkembangan.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1      Apa pengertian remaja?
1.2.2      Bagaimana perkembangan remaja?
1.2.3      Apa itu kenakalan remaja dan faktor penyebabnya?
1.2.4      Apa itu geng motor?
1.2.5      Apa pendekatan psikologi yang digunakan dalam penanganan kenakalan remaja (geng motor) ?

1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1.     Untuk mengetahui pengertian remaja
1.3.2      Untuk mengetahui perkembangan remaja
1.3.3      Untuk mengetahui apa itu kenakalan remaja dan faktor penyebabnya
1.3.4      Untuk mengetahui apa itu geng motor
1.3.5      Untuk mengetahui pendekatan apa yang digunakan dalam penanganan kenakalan remaja (geng motor)









BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Pengertian remaja
Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence).
Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.
            Papalia & Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.

2.2       Perkembangan Remaja
Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001).
Perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan. Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh, dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak. Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang telah diketahui, yaitu: (1) perkembangan fisik, (2) perkembangan kognitif, dan (3) perkembangan kepribadian dan sosial.
Aspek-aspek perkembangan pada masa remaja
  1. Perkembangan fisik
Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).
2. Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.
Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam Papalia & Olds, 2001).
Tahap formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya.
Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2001).
Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme (Piaget dalam Papalia & Olds, 2001). Egosentrisme di sini adalah “ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain” (Papalia dan Olds, 2001). Elkind (dalam Beyth-Marom et al., 1993; dalam Papalia & Olds, 2001) mengungkapkan salah satu bentuk cara berpikir egosentrisme yang dikenal dengan istilah personal fabel.
Personal fabel adalah “suatu cerita yang kita katakan pada diri kita sendiri mengenai diri kita sendiri, tetapi [cerita] itu tidaklah benar” . Kata fabel berarti cerita rekaan yang tidak berdasarkan fakta, biasanya dengan tokoh-tokoh hewan. Personal fabel biasanya berisi keyakinan bahwa diri seseorang adalah unik dan memiliki karakteristik khusus yang hebat, yang diyakini benar adanya tanpa menyadari sudut pandang orang lain dan fakta sebenarnya. Papalia dan Olds (2001) dengan mengutip Elkind menjelaskan “personal fable” sebagai berikut :
Personal fable adalah keyakinan remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh hukum alam. Belief egosentrik ini mendorong perilaku merusak diri [self-destructive] oleh remaja yang berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari bahaya. Misalnya seorang remaja putri berpikir bahwa dirinya tidak mungkin hamil [karena perilaku seksual yang dilakukannya], atau seorang remaja pria berpikir bahwa ia tidak akan sampai meninggal dunia di jalan raya [saat mengendarai mobil], atau remaja yang mencoba-coba obat terlarang [drugs] berpikir bahwa ia tidak akan mengalami kecanduan. Remaja biasanya menganggap bahwa hal-hal itu hanya terjadi pada orang lain, bukan pada dirinya”.
 Beyth-Marom, dkk (1993) kemudian membuktikan bahwa ternyata baik remaja maupun orang dewasa memiliki kemungkinan yang sama untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang berisiko merusak diri (self-destructive). Mereka juga mengemukakan adanya derajat yang sama antara remaja dan orang dewasa dalam mempersepsi self-invulnerability. Dengan demikian, kecenderungan melakukan perilaku berisiko dan kecenderungan mempersepsi diri invulnerable menurut Beyth-Marom, dkk., pada remaja dan orang dewasa adalah sama.
  1. Perkembangan Kepribadian dan Sosial
Perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia & Olds, 2001). Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001).
Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.
Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991).
Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya (Conger, 1991).

2.3       Kenakalan Remaja dan Faktor Penyebabnya
Menurut Santrock (2002), kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu kepada suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan di sekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah) hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri). Kartono sebagai ilmuan sosiologi menyatakan bahwa kenakalan remaja merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang.
Perilaku nakal remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal).
Faktor internal:
  1. Krisis identitas
    Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi.
    Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
  2. Kontrol diri yang lemah
    Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku nakal. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
Faktor eksternal:
  1. Keluarga
    Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya
    kenakalan remaja.
  2. Teman sebaya yang kurang baik
  3. Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik

2.4       Geng Motor
Perlu dibedakan antara geng motor dengan Club Motor. Geng motor adalah kumpulan orang-orang pecinta motor yang doyan kebut-kebutan, tanpa membedakan jenis motor yang dikendarai. Sedangkan Club Motor biasanya mengusung merek tertentu atau spesifikasi jenis motor tertentu dengan perangkat organisasi formal, seperti HDC (Harley Davidson Club), Scooter (kelompok pecinta Vesva), kelompok Honda, kelompok Suzuki, Tiger, Mio.
Ada juga Brotherhood kelompok pecinta motor besar tua. Tapi kalau soal aksi jalanan, semuanya sama saja. Kebanyakan sama-sama merasa jadi raja jalanan, tak mau didahului, apalagi disalip oleh pengendara lain.
Ada empat geng motor yang paling besar di Bandung yakni Moonraker , Grab on Road (GBR), Exalt to Coitus (XTC) dan Brigade Seven (Brigez). Keempat geng itu sama- sama eksis dan memiliki anggota di atas 1000 orang. Kini mereka mulai menjalar ke daerah- daerah pinggiran Jawa Barat, seperti Tasikmalaya, Garut, Sukabumi, Ciamis, Cirebon dan Subang. Kita mulai saja dengan Moonraker. Inilah konon ruh dari semua geng motor di Bandung. Moonraker lahir pada tahun 1978. Sel-sel komunitas ini, dirajut oleh tujuh orang pemuda yang sama-sama hobi balap.
Sekarang geng-geng motor sudah berada dalam taraf berbahaya, tak segan mereka tawuran dan tak merasa berdosa para geng tersebut membunuh. Perbedaan jelas dari geng motor dan club motor dan motor community adalah :
  1. Kebanyakan anggota geng motor tidak memakai perangkat safety seperti helm, sepatu dan jaket.
  2. Membawa senjata tajam yang dibuat sendiri atau udah dari pabriknya seperti samurai, badik hingga bom Molotov.
  3. Biasanya hanya muncul malam hari dan tidak menggunakan lampu penerang serta berisik.
  4. Jauh dari kegiatan sosial, tidak pernah membuat acara-acara sosial seperti sunatan masal atau kawin masal, mereka lebih suka membuat acara membunuh masal.
  5. Anggotanya lebih banyak kepada kaum lelaki yang sangar, tukang mabok, penjudi dan hobi membunuh, sekalipun tidak menutup kemungkinan ada kaum hawa yang ikut geng motor biasanya hanya dijadikan budak nafsu.
  6. Motor yang mereka gunakan tidak lengkap, tidak ada spion, sein, hingga lampu utama, yang penting buat mereka adalah kencang dan mampu melibas orang yang lewat.
  7. Visi dan misi mereka jelas, hanya membuat kekacauan dan ingin menjadi geng terseram diantara geng motor lainnya hingga sering terjadi tawuran di atas motor.
  8. Tidak terdaftar di kepolisian atau masyarakat setempat.
  9. Kalau nongkrong, lebih suka di tempat yang jauh dari kata terang. Lebih memilih tempat sepi, gelap dan bau busuk.
  10. Kalau pelantikan anak baru biasanya bermain fisik, disuruh berantem dan menenggak minuman keras sampai jackpot (muntah-muntah).
Sedangkan untuk club dan komunitas motor, penjelasan di atas jelas bukan ciri-ciri mereka, namun sekarang perlu diwaspadai karena ada geng motor yang berkedok club motor. Berpakaian rapi, safety dan penuh perlengkapan berkendaraan namun arogan, anarkis dan egois kalau dijalan serta tak segan mereka membuat rusuh bila merasa diganggu. Selama AD/ART mereka jelas dan terdaftar dipihak kepolisian, club motor tidak bakal berubah menjadi geng motor.
Dari keterangan di atas, geng motor yang kebanyakan beranggotakan remaja biasanya melakukan juvenile deliquency dalam bentuk ngebut-ngebutan dan pelanggaran lalu lintas disebabkan karena selain keinginan untuk coba-coba yaitu karena mereka menganggap semuanya itu sekedar permainan tanpa pikir panjang sebelumnya bagaimana konsekuensi yang akan mereka dapat. Pendapat Elkind bahwa remaja memiliki semacam perasaan invulnerability yaitu keyakinan bahwa diri mereka tidak mungkin mengalami kejadian yang membahayakan diri, merupakan kutipan yang populer dalam penjelasan berkaitan perilaku berisiko yang dilakukan remaja (Beyth-Marom, dkk., 1993). Umumnya dikemukakan bahwa remaja biasanya dipandang memiliki keyakinan yang tidak realistis yaitu bahwa mereka dapat melakukan perilaku yang dipandang berbahaya tanpa kemungkinan mengalami bahaya itu.

2.5       Penanganan Kenakalan Remaja (Geng Motor)
Dalam pendekatan psikologi penanganan kenakalan remaja memiliki banyak cara yang bervariasi namun dalam pembahasan fenomena komunitas geng motor kita memfokuskan menggunakan 2 metode, yaitu: (1) Behavioural methods, (2) Cognitive-behavioral (CBT) methods.
Metode Penanganan Juvenile Delinquency
  1. Behavioural Methods
Penanganan kenakalan remaja geng motor dengan menggunakan metode ini adalah dengan mencoba untuk mengubah perilaku remaja tersebut. Behavioural methods akan lebih terlihat hasilnya ketika diiringi dengan multimodal interventions (Henggeler dalam Herbert, 2005). Penanganannya termasuk:
- Training komunikasi
- Feedback
- Positive interruption
- Problem-solving
- Membentuk pemikran rasional
- Happy talk
- Positive request
- Non-blaming communication
- Training keahlian negosiasi
- Meningkatkan dialog
- Permainan-permainan dalam keluarga
Selain cara-cara diatas terdapat beberapa training dan program rehabilitasi yang berbeda, antara lain:
- The Reasoning and Rehabilitation Programme, dikembangkan oleh Ross and Fabiono dalam Herbert (2005).
Dalam fenomena komunitas geng motor perlu diadakannya program rehabilitasi dan penalaran untuk para anggota geng sesuai dengan prosedur rehabilitasi tersebut untuk mengubah perilaku ‘ngebut-ngebutan’ dan melanggar lalu lintas menjadi pemakai jalan raya yang beradab.
- Agression Replacement Training (ART) (Glick & Goldstein dalam Herbert, 2005) terdiri dari tiga pendekatan utama untuk mengubah perilaku: bentuk pembelajaran keahlian sosial, training mengkontrol kemarahan atau emosi, dan pendidikan moral.
Anggota geng motor perlu memahami untuk berinteraksi sosial yang seharusnya. Selain itu, mengontrol emosi atau kemarahan adalah aspek penting yang harus dilakukan anggota geng tersebut karena biasanya gejolak emosi yang berlebihan itulah yang menyebabkan seorang remaja menyalurkan dalam bentuk juvenile deliquency. Pendidikan formal juga faktor penting yang harus didapatkan oleh para remaja.
  1. Cognitive-behavioural (CBT) Methods
Pendekatan CBT sebagai intervensi untuk kenakalan remaja biasanya terdiri dari beberapa teknik yang mana merupakan akar dari terapi kognitif (persuasion, challenging, debate, hypothesizing, cognitive restructuring, and internal debate) yang digabungkan dengan terapi prilaku (operant procedure, desentization, social skills training, role play, behaviour rehearsal, modelling, relaxation exercise, self monitoring).
Program penganan didesain seperti urutan dibawah ini:
- Training relaksasi, yaitu remaja anggota geng motor tersebut perlu mengikuti training relaksasi ataupun menggunakan teknik-teknik atau cara-cara yang dapat membuat mereka tenang dan nyaman. Hal ini disebabkan dengan hati yang panik dan penuh gejolak akan menyebabkan seseorang salah dan tidak awas untuk mengambil suatu tindakan. Selain itu, dalam keadaan tenang dan nyaman akan mempermudah seseorang dimana dalam konteks ini remaja anggota geng motor untuknmenerima perlakuan-perlakuan lainnya.
- Modelling dan reinforcement tingkahlaku, yaitu dengan memberikan mereka model dan penguatan yang dapat mereka tiru. Hal ini penting karena biasanya remaja yang terjebak oleh kenakalannya tidak dapat membedakan apakah tindakan mereka itu baik atau buruk. Oleh karena itu, dengan adanya contoh dan penguatan baik itu reward atau punishment akan memberi arahan bagi remaja anggota geng motor tersebut.
- Menumbuhkan lebih banyak pikiran-pikiran positif (kognisi) dan atribusi diri untuk alter maladaptive beliefs, yaitu dengan memberi sugesti-sugesti positif apa yang seharusnya dilakukan. Sehingga para komunitas geng motor tersebut dapat bepikir bahwa tindakan mereka itu tidak benar.
- Self-appraisal
- Pengalaman kegiatan yang menyenangkan, yaitu mengganti tindakan mereka yang tidak mematuhi norma-norma sosial dengan kegiatan lain yang menyenangkan namun itu tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada seperti permainan balapan motor, atau pertandingan balap motor F1, atau dengan kegiatan-kegiatan yang lain.
- Menggunakan operant conditioning untuk mengembangkan perilaku prososial dan mengembangkan keahlian sosial, yaitu menggunakan reinforcement untuk menimbulkan perilaku yang dapat diterima sosial.
Selain dua metode di atas Santrock (1999) memberikan strategi-strategi untuk mengembangkan kehidupan remaja, diantaranya:
  • Lebih mengembangkan harapan-harapan positif untuk remaja
Dengan mengembangkan harapan-harapan positif kepada remaja akan membuat remaja merasa dirinya tidak dipandang hanya sebagai sumber kenakalan dan perusak. Janganlah melihat remaja saat dia melakukan kerusakan dan krisis. Lihatlah sewaktu evaluasi dan membuat komitmen tentang dirinya.
  • Buatlah sekolah yang lebih baik untuk remaja
Sekolah untuk para remaja membutuhkan pengembangan sosioemosional sebaik pengembangan kognitif.
  • Sukseskan program untuk remaja dalam menghadapi bahaya
Dua komposisi terpenting untuk menyukseskan program untuk remaja dalam bahaya, yaitu:
  1. Tumbuhkan atensi individu
  2. Kembangkan koordinasi komunitas-jaringan luas












BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Dari penulisan di atas dapat disimpulkan bahwa penanganan kenakalan remaja dalam fenomena komunitas geng motor menggunakan pendekatan psikologi dapat menggunakan dua metode, yaitu: (1) Behavioural methods, (2) Cognitive-behavioral (CBT) methods. Behavioural methods adalah metode dengan mengubah perilaku geng motor tersebut dan menggantinya dengan perilaku lain yang baik. CBT methods adalah metode yang digunakan dari kombinasi penguatan secara kognitif dan perilaku.
3.2       Saran
Pembaca disarankan menggunakan dua metode pendekatan psikologi untuk menganalisis kenakalan remaja komunitas geng motor. Untuk penulisan selanjutnya dapat membahas penanganan bentuk kenakalan remaja lainnya, ataupun menganalisis permasalahan tersebut dengan menggunakan metode lainnya ataupun mungkin pembahasannya di luar atau kolaborasi dengan perspektif disiplin ilmu lainnya. Contohnya yaitu kolaborasi pendekatan psikologi dan bagaimana secara hukum juvenile delinquency dipandang.














DAFTAR PUSTAKA
.
Gunarso, Singgih D. 1983. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Gunung Mulia, Kwitang.


Jumhur & Moh Surya. Bimbingan dan Penyuluhan. Bandung: PT. C.V. Ilmu. 


 Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.

Atkinson, R.L. et.al. (1999). Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga
Kartono, kartini. 2003. Patologi sosial II Kenakalan Remaja. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada
Firman. (2007). Menanggulangi Masalah Remaja [online].Tersedia:http://beb7n.wordpress.com/2008/08/13/menanggulangi-masalah-kenalakan-remaja/. [25 April 2010]
(2007).Perbedaan geng motor dan club motor




1 komentar:

  1. Nice Gan,Pantengin Juga blog ane ya gan! http://dou-ble.blogspot.co.id/

    BalasHapus