Selasa, 07 Oktober 2014

Keberasilan Belajar Mengajar

PENDAHULUAN

Pada dasarnya tuntutan pendidikan sudah banyak yang berubah. Pendidik perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana anak dapat aktif membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan kontruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melibatkan pembentukan “makna” oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat,dan dengar.
       Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran, guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.
       Dengan adanya perencanaan pengajaran tersebut, diharapkan dapat terjadi keberhasilan atau kesuksesan dalam belajar mengajar. Oleh karena itu, akan dibahas masalah mengenai keberhasilan tersebut dengan sistematika berupa Indikator keberhasilan, penilaian keberhasilan, tingkat keberhasilan, program perbaikan dan factor-faktor yang mendorong terjadinya keberhasilan dalam proses belajar mengajar.









BAB II
KEBERHASILAN
BELAJAR MENGAJAR


2.1         Pengertian Keberhasilan
Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan filsafatnya. Namun, untuk menyamankan persepsi sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini yang telah disempurnakan, antara lain bahwa “ Suatu proses  belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan intruksional khusus (TIK)-nya dapat tercapai.
Untuk mengetahui tercapai tidaknya TIK, guru perlu mengadakan tes formatif setiap selesai menyajikan satu bahasan kepada siswa. Penilaian formatif ini untuk mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai tujuan intruksional khusus (TIK) yang ingin dicapai. Fungsi penilaian ini adalah untuk memberikan umpan balik kepada guru dalam rangka memperbaiki proses bwlajar mengajar dan melaksanakan program remidial bagi siswa yang belum berhasil.
Karena itulah, suatu proses belajjar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan intruksional khusus dari bahan tersebut.

2.2         Indikator Keberhasilan
Yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar dianggap berhasil adalah hal-hal sebagai berikut :
1.      Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.
2.      Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/intruksional khusus (TIK) telah dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok.
Namun demikian, indikator yang banyak dipakai sebagai tolak ukur keberhasilan adalah daya serap.

2.3         Penilaian Keberhasilan
Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar tersebut dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, tes prestasi belajar dapat digolongkan ke dalam jenis penilaian sebagai berikut :
2.3.1        Tes Formatif
Penilaian ini digunakan untuk mengurkur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar bahan tertentu dalam waktu tertentu.

2.3.2        Tes Subsumatif
Tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yag telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar siswa. Hasil tes subsumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nilai rapor.

2.3.3        Tes Sumatif
Tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua tahun pengajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau taraf keberhasilan belajar siswa dalam suatu periode belajar tertentu. Hasil dari tes sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat (ranking) atau sebagai ukuran mutu sekolah.
Dalam praktik penilian di sekolah, ulangan yang lazim dilaksanakan itu dianggap sebagai tes subsumatif, sebab ruang lingkup dan tujuan ulangan tersebut sama dengan tes subsumatif. Bahkan dibeberapa sekolah ada tes formatif. Namun demikian, hasiltes ataupun ulangan tersebut pada dasarnya bertujuan memberikan gambaran tentang keberhasilan proses belajar mengajar. Keberhasilan itu dilihat dari segi keberhasilan proses dan keberhasilan produk.

2.4         Tingkat Keberhasilan
Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar. Masalah yang dihadapi adalah sampai ditigkat mana prestasi (hasil) belajar yang telah dicapai. Sehubungan dengan hal inilah keberhasilan proses mengajar itu dibagi atas beberapa tingkatan atau taraf. Tingkatan keberhasilan tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Istimewa/maksimal                : Apabila seluruh bahan pengajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.
2.      Baik sekali/optimal                : Apabila sebagian besar (76% sampai dengan  99%) bahan pelajaran yang diajarkan dapar dikuasai oleh siswa.
3.      Baik/minimal                         : Apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% sampai dengan 75% saja dikuasai oleh siswa.
4.      Kurang                                  : Apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60% dikuasai oleh siswa.

Dengan melihat data yang terdapat dalam format daya serap siswa dalam pelajaran dan persentase kenerhasila siswa dalam mencapai TIK tersebut, dapatlah diketahui keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dilakukan siswa dan guru.



2.5         Program Perbaikan
Taraf atau tingkatan keberhasilan proses belajar mengajar dapat dimanfaatkan untuk berbagai upaya. Salah satunya adalah sehubungan dengan kelangsungan proses belajar mengajar itu sendiri antara lain adalah : Apakah proses belajar mengajar berikut pokok bahasan baru, mengulang seluruh pokok bahasan yang baru saja diajarkan, atau megulang sebagian pokok bahasan yang baru saja dijarkan, atau bagaimana?
Jawaban terhadap pertanyaan tersebut hendaknya didasarkan pada taraf atau tingkat keberhasilan proses belajar mengajar yang baru saja dilaksanakan.
1.       Apabila 75% dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar atau mencapai taraf keberhasilan minimal, optimal atau bahkan maksimal, maka proses belajar mengajar berikutnya dapat membahas pokok bahasan yang baru.
2.      Apabila 75% atau lebih dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar mencapai araf keberhasilan kurang (di bawah taraf minimal), maka proses belajar mengajar berikutnya hendaknya bersifat perbaikan (remedial).
Pengukuran tentang taraf atau tingkatan keberhasilan proses belajar mengajar ini ternyata berperan penting. Karena itu, pengukurannya harus betul-betul syahih (valid), andal (reliabel) dan lugas (objective). Hal ini mengkin tercapai bila alat ukurannya disususn berdasarkan kaidah, aturan, hukum atau ketentuan penyusunan butir tes.
Pengajaran perbaikan biasanya mengandung kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a.       Mengulang pokok bahasan seluruhnya.
b.      Mengulang bagian dari pokok bahasan yang hendak dikuasai.
c.       Memecahkan masalah atau menyelesaikan soal-soal bersama-sama.
d.      Memberikan tugas-tugas khusus.


       
2.6         Faktor-faktor yang mempengaruhi Keberhasilan
Jika ada guru yang mengatakan bahwa dia tidak ingin berhasil dalam mengajar, adalah ungkapan seorang guru yang sudah putus asa dan jauh dari kepribadian seorang guru. Mustahil setiap guru tidak ingin berhasil dalam mengajar. Apalagi jika guru itu hadir ke dalam dunia pendidikan berdasarkan tuntutan hati nurani. Panggilan jiwanya pasti merintih atas kegagalan mendidik dan membina anak didiknya.
Betapa tingginya nilai suatu keberhasilan, sampai-sampai seorang guru berusaha sekuat tenaga dan pikiran mempersiapkan program pengajarannya dengan baik dan sistematik. Namun terkadang keberhasilan yang dicita-citakan, tetapi kegagalan yang ditemui, disebabkan oleh berbagai faktor sebagai penghambatannya. Sebaliknya, jika keberhasilan itu menjadi kenyataan, maka berbagai faktor itu juga sebagai pendukungnya. Berbagai faktor dimaksud adalah tujuan, guru, anak didik, kegiatan pengajaran, alat evaluasi, bahan evaluasi, bahan evaluasi, dan suasana evaluasi. Berbagai faktor tersebut akan dijelaskan satu persatu sebagai berikut:
2.6.1        Tujuan
Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam kagiatan balajar mengajar. Kepastian dari perjalanan proses belajar mengajarberpangkal tolak dari jelas tidaknya perumusan tujuan pengajaran. Terciptanya tujuan sama halnya keberhasilan pengajaran.
Sedikit banyaknya perumusan tujuan akan mempengaruhi kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru, dan secara langsung guru mempengaruhi kegiatan belajar anak didik. Guru dengan sengaja menciptakan lingkungan belajar guna mencapai tujuan. Jika kegiatan belajar belajar anak didik dan kegiatan mengajar guru bertentangan, dengan sendirinya tujuan pengajaran pun gagal untuk di capai.
Karena sebagi pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam setiap kali kegiatan belajar mengajar, maka guru selalu diwajibkan merumuskan tujuan pembelajarannya. Guru hanya merumuskan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK), karena Tujuan Pebelajaran Umum (TPU) sudah tersedia di dalam GBPP. Inilah langkah pertama yang harus guru lakukan dalam menyusn rencana pengajaran. Tujuan pembelajaran kusus ini harus di rumuskan secara operasional dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:
a.         Secara spesifikasi menyatakan perilaku yang akan dicapai.
b.        Membatasi dalam keadaan mana perubahan perilaku diharapkan dapat terjadi (kondisi perubahan perilaku).
c.         Secara spesifikasi menyatakan criteria perubahan perilaku dalam arti menggambarkan standar minimal perilaku yang dapat diterima sebagai hasil yang dicapai.
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) adalah wakil dari Tujuan Pembelajaran Umum (TPU). Maka perbuatan TPK harus berpedoma pada TPU. Agar TPK dapat mewakili terhadap TPU perlu dipikirkan beberapa petunjuk (indikator) satu TPU. Indikator suatu TPU itu banyak, namun dalam hal ini hendaknya yang di pilih yang betul-betul penting sehingga dapat mewakili (representatif) TPU. Berdasarkan indikator terpilih tersebut itulah di rumuskan TPK. Lebih jelas lihat dan perhatikan bagan di bawah 111.
        Berdasarkan pada indikator terpilih tersebut di atas itulah dapat dirumuskan sejumlah TPK tdari TPU yang bersangkutan.
        Contoh rumusan TPK berdasarkan cirri-ciri dan indikator terpilih tersebut adalah: “dengan menggunakan peta siswa dapat menunjukan tiga daerah objek wisata di Kalimantan Selatan dengan tepat dan benar.”
        Bila TPK tersebut dianalisis, dapatlah diketahui unsure-unsur berikut:
1.        Audience         :  Siswa
2.        Behhavior        :  Dapat menunjukan tiga daerah objek wisata di Kalimantan  Selatan.
3.        Condition        : Dengan mengunakan peta.
4.        Degree : Dengan tepat dan benar.

 









                                                      





Perumusan TPK yang bermacam-macam akan menghasilkan hasil belajar atau perubahan perilaku anak yang bermacam macam pula. Itu berarti keberhasilan proses belajar mengajar bervariasi juga. Perilaku yang mana hendak dihasilkan, menghendaki perumusan TPK yang sesuai dengan perilaku yang hendak di hasilkan. Bila perilaku yang guru hendak adalah agar anak dapat membaca, maka perumusan TPKnya harus mendukung tercapainya keterampilan membaca yang diinginkan itu. Bila perilaku yang guru hendaki tercapai adalah agar anak dapat menulis, maka perumusan TPK-nya harus mendukung tercapainya keterrampilan menulis yang diinginkan. Baik keterampilan membacamaupun keteramilan menulis adalah perilaku (behavior) yang hendak dihasilkan dari kegiatan belajar mengajar. Bila kedua keterampila tersebut dikuasai oleh anak, maka guru dikatakan berhasil dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Tentu saja keberhasilan itu diketahui setelah dilakukan tes formatif diakhir pengajaran.
Akhirnya, tujuan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar dalam setiap kali pertemuan kelas.

2.6.2        Guru
Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Guru adalah orang yang berpengalaman dalam bidang profesinya. Dengan keilmuan yang dimilikinya, dia dia dapat menjadikan anak didik menjadi orang yang cerdas.
Setiap guru mempunyai kepribadian masing-masing sesuai dengan latar belakang kehidupan sebelum mereka menjadi guru. Kepribadian guru iakui sebagai aspek yang tidak bias dikesampingkan dari kerangka keberhasilan belajar mengajar untuk mengantarkan anak didik menjadi orang yang berilmu pengetahuan dan berkepribadian. Dari kepribadian itulah mempengaruhi pola kepemimpinan yang guru perlihatkan ketika melaksanakan tugas mengajar dikelas.
Andangan guru terhadap anak didik akan mempengaruhi kegiatan mengajar guru di kelas. Guru yang memandang anak sebagai mahluk individual dengan segala perbedaan dan persamaannya, akan berbeda dengan guru yang memandang anak didik sebagai mahluk social. Perbedaan pandangan dalam memandang anak didik ini akan melahirkan pendekatan yang berbeda pula. Tentu saja, hasil proses belajar mengajarnyapun berlaianan.
Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek yang mempengaruhikompetensi seorang guru dibidang pendidikan dan pengajaran. Guru pemula dengan latar belakang pendidik keguruan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lngkungan sekolah. Karena dia sudah dibekali dengan seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya. Kalaupun ditemukan kesulitan hanya pada aspek-aspek tertentu. Hal itu adalah suatu hal yang wajar. Janagankan bagi guru pemula  , bagi guru yang sudah berpengalaman pun tidak akan pernah dapat menghadirikan diri dari berbagai masalah disekolah. Hanya yang membedakannya adalah  tingkat yang ditentukan. Tingkat kesulitan yang ditemukan oleh guru semakin hari semakin berkurang pada aspek tertentu seiring dengan bertambahnya pengalaman sebagai guru.
Guru yang bukan berlatar belakang pendidikan keguruan dan ditambah tidak berpengalaman mengajar, akan banyak menemukan masalah dikelas. Terjun menjadi guru mungkin dengan tidak membawa bekal berupa teori-teori pendidikan dan keguruan. Sepertikebanyakan guru pemula, jiwanya juga labil, emosinya mudah terangsang dalam bentuk keluhan dan berbagai bentuk sikap lainnya, tetapi dengan semangat dan penuh ideuntuk suatu tugas.
Berbagai permasalahan yang ditemukan di depan adalah aspek-aspek yang ikut mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Paling  tidak, keberhasilan belajar mengajar yang dihasilkan bervariasi. Bahan pelajaran yang diberikan oleh guru dala setiap kali pertemuan kelas. Variasi hasil produk ini patokannya adalah tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh setiap anak didik.

2.6.3   Anak Didik
Anak didik adalah orang yang dengan sengaja datang ke sekolah. Orang tuanya yang memasukkannya untuk dididik agar menjadi orang yang berilmu pengetahuan di kemudian hari. Kepercayaan orang tua anak di terima oleh guru dengan kesadaran dan penuh keikhlasan. Maka jadilah guru sebagai pengemban tangggung jawab yang diserahkan itu.
Tanggung jawab guru tidak hanya terdapat seorang anak, tetapi dalam jumlah yang cukup banyak. Anak yang dalam jumlah yang cukup banyak itu tentu saja dari atar belakang kehidupan sosial keluarga dan masyarakat yang berlainan. Karenanya, anak-anak berkumpul disekolah pun mempunyai karakteristik yang bermacam-macam. Kepribadian mereka ada yang pendiam, ada yang periang, ada yang suka berbicara, ada yang kreatif, ada yang keras kepala, ada yang manja dan sebagainya. Intelektual mereka juga dengan tingkat kecerdasan yang bervariasi. Biologis mereka dengan struktur atau keadaan tubuh yang tidak selalu sama. Karena itu, perbedaan anak pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis ini mempengaruhi kegiatan belajar mengajar.
Anak yang dengan ciri-ciri mereka masing-masing itu berkumpul didalam kelas, dan yang mengumpulkannya tentu sajaguru atau pengelola sekolah. Banyak sedikitnya jumlah anak didi dikelas akan mempengaruhi pengelolaan kelas. Jumlah anak didik yang banyak dikelas, misalnya 30 sampai 45 orang, cenderung lebig sukar dikelola, karena lebih mudah terjadi konfli di antara mereka. Hal ini akan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar mengajar. Apalagi bila anak-anak yang dikumpulkan itu sudah terbiasa kurang disiplin.
Anak yang menyenangi pelajaran tertentu dan kurang menyenangi pelajaran lain adalah perilaku anak yang bermula dari sikap mereka karena minat yang berlainan. Hal ini mempengaruhi kegitan belajar anak. Biasanya pelajaran yang disenangi, dipelajari oleh anak dengan senang hati pula. Sebaliknya, pelajaran yang kurang disenangi jarang dipelajari oleh anak, sehingga tidak heran bila isi dari pelajaran itu kurang dikuasai leh anak. Akibatnya, hasil ulangan anak itu jelek.
Sederetan angka yang terdapat di buku rapor adalah bukti nyata dari keberhasilan belajar mengajar. Angka-angka itu bervariasi dari angka lima sampai sembilan. Hal itu sebagai bukti bahwa tingkat penguasaan anak terhadap bahan pelajaran berlainan untuk setiap bidang studi. Daya serap anak bermacam-macam untuk dapat menguasai setiap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Karena itu, dikenalah tingkat keberhasilan yang maksimal (istimewa), optimal (baik sekali), minimal (baik) dan kurang setiap bahan yang dikuasai oleh anak didik.
Dengan demikian, dapat diyakini bahwa anak didik adalah unsur manusiawi yang mempengaruhi kegiatan belajar mengajar berikut hasil dari kegiatan itu, yaitu keberhasilan belajar mengajar.

2.6.4        Kegiatan Pengajaran
Pola umum kegiatan pengajaran adalah terjadiya interaksi antara guru dengan anak didik dengan bahan sebagai perantaranya. Guru yang mengajar, anak dididk yang belajar. Maka guru adalah orang yang menciptakan lingkungan belajar bagi kepentingan belajar anak didik. Anak didik adalah orang yang digiring kelingkungan belajar yang telah diciptakan oleh guru. Gaya mengajar guru berubah mempengaruhi gaya belajar anak dididk. Tetapi disini gaya mengajar guru dominan mempengaruhi gaya belajar anak didik. Gaya-gaya mengajar dapat dibedakan ke dalam empat macam yaitu gaya mengajar klasik, gaya teknologis, gaya mengajar personalisasi, dan gaya mengajar internasional.
Dalam kegiatan belajar mengajar, pendekatan yang guru ambil akan menghasilkan kegiatan anak didik yang bermacam-macam. Guru ya ng menggunakan pendekatan individual, misalnya berusaha memahami anak didik sebagai makhluk individual dengan segala persamaan dan perbedaan. Guru yang menggunakan pendekatan kelompok berusaha memahami anak didik sebagai makhluk sosial. Dari kedua pendekatan tersebut lahirlah kegiatan belajar mengajar yang beralainan dengan tingkat keberhasilan belajar mengajar yang tidak sama pula. Perpaduan dari kedua pendekatan itu malah akan menghaslkan hasil belajar mengajar yang lebih baik.
Strategi penggunaan metode mengajar amat menentukan kualitas hasil belajar mengajar. Hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode ceramahtidak sama dengan hasil dengan pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode tanya jawab atau metode diskusi. Demikian juga halnya dengan hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode problem solving berbeda dengan hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode resitasi.
Jarang ditemukan guru hanya menggunakan satu metode dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Hal ini disebabkan rumusan tujuan yang guru buat tidak hanya satu, tetapi bisa lebih dari dua rumusan tujuan. Itu berarti menghendaki penggunaan metode pengajaran yang harus lebih dari saru metode. Metode pengajaran yang satu untuk mencapai tujuan yang satu, sementara metode mengajar yang lain untuk mencapai tujuan yang lain. Bermacam-macam penggunaan metode mengajar akan menghasilkan hasil belajar mengajar yang berlainan kualitasnya. Penggunaan metode ceramah misalnya, adalah strategi pengajaran untuk mencapai tujuan pada tingkat yang rendah. Beberapa dengan penggunaan metode problem solving. Penggunaan metode ini tentu saja untuk mencapai tujuan pengajaran pada tingkat yang tinggi. Jadi, penggunaan metode mengajar mempengaruhi tinggi rendahnya mutu keberhasilan belajar mengajar.
Dengan demikian, kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru mempengaruhi keberhasilan.

2.6.5        Bahan dan Alat Evaluasi
Bahan evaluasi adalah suatu bahan yang terdapat di dalam kurikulum yang sudah dipelajari oleh anak didik guna kepentingan ulangan. Biasanya bahan pengajaran itu sudah dikemas dalam bentuk buku paket untuk dikonsumsi oleh anak didik. Setiap anak didik dan guru wajib mempunyai buku paket tersebut guna kepentingan kegiatan belajar mengajar di kelas.
Bila tiba masa ulangan, semua bahan yang telah diprogramkan dan harus selesai dalam jangka waktu tertentu dijadikan sebagai bahan untuk pembuatan item-item soal evaluasi. Gurulah yang membuatnya dengan perencanaan yang sistematis dan dengan penggunaan alat evaluasi. Alat-alat evaluasi yang umumnya digunakan tidak hanya benar-salah (true-false) dan pilihan ganda (multiple-choice) tapi juga menjodohkan (maching), melengkapi (completion) dan essay.
Masing-masing alat evaluasi itu mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Menyadari akan hal itu, jarang ditemukan perbutan item-item soal yang hanya menggunakan satu alat evaluasi. Tetapi guru sudah menggabungkan lebih dari satu alat evaluasi.
Benar-salah (B-S) dan pilihan ganda adalah bagian dari tes objektif. Maksudnya, objektif dalam hal pengoreksian, tapi belum tentu objektif dalam jawaban yang dilakukan oleh anak didik. Karena sifat alat ini mengharuskan anak didik memilih jawaban yang sudah disediakan dan tidak ada alternatif lain diluar dari alternatif itu, maka bila anak didik tidak dapat jawabannya, dia cenderung melakukan tindakan spekulasi, pengambilan sikap untung-untungan ketimbang tidak berisi. Bila benar untung, bila salah tidak menjawab soal. Strategi lainnya laagi adalah anak didik melakukan kerja sama dengan teman-temannya yang kebetulan duduk berdekatan. Kerja samanya teratur rapi dan terkadang guru kurang dapat mengontrolnya. Sebab dalam melakukan kerja sama itu mereka menggunakan sandi-sandi tertentu yang hanya kelompok mereka itulah yang dapat mengetahuinya. Sandinya misalnya, dalam bentuk kode acungan jempol, gerakan tubuh atau isyarat melalui benda yang sudah mereka sepakati sebelum ulangan dilaksanakan dan sebagainya.
Pembuatan item soal dengan menggunakan alat tes objektif dpat menampung hamper semua pelajaran yang sudah dipelajari oleh anak didik dalam satu semester, tapi kelemahannya terletak pada penguasaan anak didik terhadap bahan pelajaran yang bersifat semu, suatu penguasaan bahan pelajaran yang masih samar-samar. Jika alternative itu tidak dicantumkan, kemungkinan besar anak didik kurang mampu memberikan jawaban yang tepat.
Alat tes dalam bentuk essay dapat mengurangi sikap dan tindakan spekulasi pada anak didik. Sebab alat tes inni hanya dapat dijawab bila anak didik betul-betul menguasai bahan pelajaran dengan baik. Bila tidak, kemungkinan besar anak didik tidak dapat menjawabnya dengan baik dan benar. Kelemahan alat tes ini adalah dari segi pembuatan item soal tidak semua bahan pelajaran dalam satu semester dapat tertampung untuk disuguhkan kepada anak didik pada waktu ulangan. Essay memang alat tes yang tidak objektif, karena dalam penilaiannya kalaupun ada standar penilaian masih terpengaruh degan selera guru. Apalagi bila tulisan anak didik tidah mudah dibaca, kejengkelan hati segera muncul dan pemberian nilai tanpa pemeriksaan pun dilakukan.
Maraknya tindakan spekulatif pada anak didik barang kali salah satu faktor penyebabnya adalah teknik penilaian yang berlainan dengan rumus penilaian menurut kesepakatan para ahli. Untuk tes objektif mempunyai rumus penilaian masing-masing. Jadi, ke sanalah rujukan standar penilaian itu, bukan membuat rumus penilian yang cenderung mendatangkan sikap dan tindakan spekulatif pada anak didik. Bahkan pembuatan soal pun harus bergerak dari yang mudah, sedang, hingga ke yang sukar dengan proporsi tertentu. Membuat rumus penilaian sendiri tidak dilarang. Selama pembuatannya menutup jalur-jalur spekulatif pada anak didik.
Berbagai masalah yang telah dikemukakan tersebut mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Validitas dan reliabilitas data dari hasil evauasi itulah yang mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Bila alat test itu tidak valid dan tidak reliable, maka tidak dapat dipercaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar mengajar.

2.6.6        Suasana Evaluasi
Selain faktor tujuan, guru, anak didik, kegiatan pembelajaran serta bahan dan alat evaluasi, faktor  suasana evaluasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Pelaksanaan evaluasi biasanya dilaksanakan di dalam kelas. Semua anak didik dibagi menurut kelas masing-masing. Kelas I, kelas II, dan kelas III dikumpulkan menurut tingkatan masing-masing. Besar kecilnya jumlah anak didik yang dikumpulkan didalam kelas akan mempengaruhi suasana kelas. Sekaligus mempengaruhi suasana evaluasi yang dilaksanakan. Sistem silang adalah teknik lain dari kegiatan mengelompokkan anak didik dalam rangka evaluasi. Sistem ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil evaluasi yang benar-benar objektif.
Karena sikap mental anak didik belum semuanya siap untuk berlaku jujur, maka dihadirkanlah satu atau dua orang pengawas atau guru yang ditugaskan untuk mengawasinya. Selama pelaksanaan evaluasi, selama itu juga seorang pengawas mengamati semua sikap, gerak-gerik yang dilakukan oleh anak didik. Pengawasan yang dilakukan itu tidak hanya duduk berlama-lama dikursi, tetapidapat berjalan dari muka ke belakang sewaktu-waktu sesuai dengan keadaan.
Sikap yang merugikan pelaksanaan evaluasi dengan seorang pengawas adalah membiarkan anak didik melakukan hubungan kerjasama di antara anak didik. Pengawas seolah-olah tidak mau tau dengan apa yang dilakukan oleh anak didik selama ulangan. Tidak peduli apakah anak didik menyontek, membuka kertas kecil yang berisi catatan yang baru diambil dari balik pakaian, atau membiarkan anak didik bertanya jawab dalam upaya mendapatkan jawaban yang benar. Lebih merugikan lagi adalah sikap pengawas yang dengan sengaja menyuruh anak didik membuka buku atau catatan untuk mengatasi ketidakberdayaan anak didik dalam menjawab item-item soal. Dalam dalih, karena koreksinya sistem silang, malu kebodohan anak didik diketahui oleh sekolah lain.
Suasana evaluasi yang demikian tentu saja, disadari atau tidak, merugikan anak didik untuk bersikap jujur dengan sungguh-sungguh belajar dirumah dalam mempersiapkan siri menghadapi ulangan. Anak didik merasa diperlakukan secara tidak adil, mereka tentu kecewa, mereka sedih, mereka berontak dalam hati, mengapa harus terjadi suasana evaluasi yang kurang sedap dipandang mata itu. Dimanakah penghargaan engawas atas jerih payahnya belajar selama ini. Mungkin masih banyak lagi pertanyaan yang berkecamuk di dalam diri anak didik.
Dampak dikemusian hari dari sikap pengawas yan demikian itu, adalah mengakibatkan anak didik kemungkinan besar malas belajar dan kurang memperhatikan penjelasan guru ketika belajar mengajar berlangsung. Hal inilah yang seharusnya tidak boleh terjadi pada diri anak didik. Inilah dampak yang merugikan terhadap keberhasilan belajar mengajar.
2.7         Aspek-aspek Psikologi dari Kesulitan Belajar
2.7.1        Tingkat kecerdasan /intelegensi siswa
Inteligensi ialah kemampuan untuk menemukan, yang bergantung pada pengertian yang luas dan ditandai oleh adanya suatu tujuan tertentu dan adanya pertimbangan-pertimbangan yang bersifat korektif. Jelasnya, inteligensi itu meliputi pengertian penemuan sesuatu yang baru, adanya keyakinan atau ketetapan hati dan adanya pengertian terhadap dirinya sendiri.
Pendapat lain menyatakan bahwa inteligensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Dengan dengan demikian, diketahui bahwa inteligensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Namun diakui, memang, peran otak dalam hubungannya dengan inteligensi manusia lebih menonjol daripada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan “menara pengontrol” hampir seluruh aktivitas manusia.
Sudah menjadi sebuah keyakinan bersama dan dibuktikan secara empiris bahwa tingkat kecerdasan atau inteligensi seseorang (siswa) sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar. Ini bermakna, semakin tinggi tingkat kecerdasan seorang siswa maka semakin besar peluangnya meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kecerdasannya maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh sukses.
2.7.2        Sikap Siswa
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons (response tendency) dengan cara yang relatif terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. 
Yang sangat memegang peranan penting dalam sikap ialah faktor perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respons, atau kecenderungan untuk bereaksi. Dalam beberapa hal sikap merupakan penentu yang penting dalam tingkah laku manusia. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakannya atau menjauhi/menghindari sesuatu
.
Dalam proses pembelajaran sikap termasuk salah satu yang mempengaruhi proses pembelajaran. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa respon positif yang diberikan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan merupakan pertanda baik dalam mengikuti proses belajarnya. Sebaliknya, respon negatif yang berikan terhadap mata pelajaran atau guru bahkan diberangi dengan kebencian akan dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa. Jika kesulitan belajar telah dialami siswa maka tingkat keberhasilan belajar tidak akan tercapai.
2.7.3        Bakat Siswa
Bakat adalah kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan). Seorang yang siswa yang memiliki bakat dalam bidang tata bahasa Arab, misalnya, akan jauh lebih mudah menyerap informasi, pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan bidang tersebut dibanding dengan siswa lainnya.
Berhubungan dengan hal di atas, bakat akan mempengaruhi tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar bidang studi tertentu. Oleh karenanya, sangat tidak bijaksana apabila orang tua memaksa untuk menyekolahkan anaknya pada jurusan keahlian tertentu yang tidak sesuai dengan bakat yang dimiliki anak.
2.7.4    Minat Siswa
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat seperti yang dipahami dan dipakai orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu (Muhibbin Syah, 1997:136). Umpamanya, seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap PAI akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya.
Menurut Slameto (1987:180), minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikaitan pada suatu hal atau aktivitas ada yang menyuruh. Ws. Winkel (1983:78) mengartikan minat sebagai kecenderung yang agak menetap untuk merasa tertarik pada bidang-idang studi tertentu. Sementara itu WS. Winkel (1983:61) mengartikan minat sebagai kecenderungan yang agak menetap untuk merasa tetarik pada pada bidang-bidang studi tertentu.
Belajar akan menjadi suatu siksaan dan tidak memberi manfaat jika tidak disertai sifat terbuka bagi bahan-bahan pelajaran. Guru yang berhasil membina siswanya berarti ia telah melakukan hal-hal yang paling penting yang dapat dilakukan demi kepentingan belajar siswa-siswanya. Sebab minat bukanlah sesuatu yang ada begitu saja, melainkan sesuatu yang dapat dipelajari.
Pada dasarnya minat ada yang muncul dengan sendirinya yang disebut minat spontan dan ada minat yang muncul dan dibangkitkan dengan sengaja. Pendapat lain mengatakan bahwa minat terbagi kepada dua bagian, yaitu minat pembawan dan lingkungan. Biasanya minat ini muncul berdasarkan bakat yang ada, misalnya apabila seseorang memiliki bakat di bidang pendidikan (guru) maka ia akan masuk ke fakultas keguruan. Minat seseorang bisa saja berubah karena adanya pengaruh seperti kebutuhan dan lingkungan.
2.7.4             Motivasi Siswa
Motif merupakan pendorong bagi suatu organisme untuk melakukan sesuatu. Pendapat lain mengatakan bahwa motif ialah keadaan internal organisem –baik manusia ataupun hewan– yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.
Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal, akan menyebabkan kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan proses pembelajaran materi-materi pelajaran baik di sekolah maupun di rumah.






























BAB III
PENUTUP


Dari pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bhwa untuk mengetahui tercapai tidaknya TIK, guru perlu mengadakan tes formatif setiap selesai menyajikan satu bahasan kepada siswa. Penilaian formatif ini untuk mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai tujuan intruksional khusus (TIK) yang ingin dicapai.
Dan dalam mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar tersebut dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar. Dan apabila tujuan pembelajaran belum berhasil maka perlu diadakan perbaikan yang didalamnya mengandung kegiatan-kegiatan sebagai yaitu : mengulang pokok bahasan seluruhnya, mengulang bagian dari pokok bahasan yang hendak dikuasai,
memecahkan masalah atau menyelesaikan soal-soal bersama-sama dan memberikan tugas-tugas khusus.