ANALISIS STRUKTURALISME SATUA I NAGA
BASUKIH
Putu Yuli Kristina
11.1.2.2.1.237
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
Jln Kresna. Gang III Singaraja
Ponsel : 087762454554
ABSTRAK
Strukturalisme adalah cara berpikir tentang dunia yang
terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi unsur dalam suatu karya
sastra (cerpen, novel, roman dan sebagainya). Menurut Hawkes (1976) mengatakan
bahwa strukturalisme adalah struktur yang unsur-unsurnya saling berhubungan
erat dan setiap unsur itu hanya mempunyai makna dalam hubungannya dengan unsur
lainnya dan keseluruhannya. (Heri Kurniawan, 2009).
Masalah yang akan
diangkat meliputi hal-hal sebagai berikut; 1) bagaimana struktur satua I Naga Basukih dan unsur-unsur pembangun dalam satua
tersebut. Dengan
tujuan umum
dalam penelitiannya untuk mengembangkan ilmu sastra, yakni
mengaplikasikan teori struktualisme dalam sebuah karya sastra.
Kata
Kunci : Kajian Struktualisme, Satua I
Naga Basukih
ABSTRACT
Struktualism is a way of thinking about the world that
primarily related to the response and description elements in a literary work (
short story, novel, romance and so on). According to Hawkes (1976) says that
struktualism is the strukture it’s element are closely in terrelated and every
element of it only has meaning in relation to other elements and overall. Heri
Kurniawan (2009).
The issue to be raised include the following things; 1) How
to strukture stories of Bali “I Naga Basukih” and elements of development in
the stories of Bali. With a common goal in his research to develop the sciense
of literature.
Keyword
: Review Struktualism, Balinesse story I Naga Basukih.
PENDAHULUAN
1.2
Latar Belakang
Sebelum kemajuan pola berfikir manuasia yang seperti
sekaramng ini, khususnya di Bali masyarakat berpedoman pada adat istiadat dan
sistem kepercayaan yang bernuansa mistis, legenda dan sangat kental dengan
budaya. Pada jaman dahulu masyarakat sangat tradisionalisme terutama dalam pola
pikir dan kehidupan sehari- hari mereka. Salah satunya masyarakat mempercayai
satua, dimana satua tersebut merupakan kumpilan cerita rakyat dan cerita fiksi
yang bertujuan untuk mengelabuhi anak- anak pada saat itu. Satua merupakan
cerita yang sangat berkaitan erat dengan dengan dongeng karena kebenarannya
tidak dapat di buktikan. Dan seringkali kejadian- kejadian yang terjadi di
dalam satua tersebut sulit di terima dengan rasional. Karena banyaknya unsur
kemustahilan yang tidak masuk akal.
Satua dalam
kehidupan masyarakat digunakan sebagai sarana pendidikan. Selain untuk
melestarikan warisan seni dan budaya, terdapat pesan- pesan moral yang
diharapkan dapat menjadi pedoman masyarakat dalam bertindak dan bertingkah laku
sesuai dengan yang diajarkan di dalam satua tersebut.satua juga menjelaskan
sikap yang baik dan buruk serta sebab akibat yang ditimbulkan dari tindakan yng
di lakukan.
Di kehidupan yang
maju seperti sekarang, dimana pola pikir manusia sudah jauh lebih maju dari
pola pikir masyarakat sebelumnya. Disamping itu kemajuan teknologi membuat
dampak negatif terhadap karya-karya tradisional. Contohnya dalam hal satua itu
sendiri.jika dicermati anak-anak jaman sekarang sedikit sekali yang tertarik
untuk membaca satua. Dalam Hal inilah seharusnya ditanamkan sejak dini untuk
melestarikan kebudayaan dan tradisi yang sebagian besar mengacu pada pendidikan
dan hiburan, terutama bagi anak-anak.
Dengan membaca
satua diharapkan para siswa dapat memahami dam memetik amanat apa yang baik dan
yang patut ditiru. Sebaliknya yang tidak baik bisa dijadikan acuan dalam
bertingkah laku. Selaion itu diharapkan juga para siswa bisa lebih kreatif
untuk sekedar mendapat referensi untuk nantri bisa membuat dan menciptakan
karya sendiri.
Sebagai salah satu bentuk fenomena , kebenaran ilmu
pengetahuan tentu tidaklah bersifat mutlak. Ilmu pengetahuan bukanlah wahyu
Tuhan yang kebenarannya tidak dapat ditawar-tawar lagi. Teori sastra adalah
bagian dari ilmu pengetahuan yang kebenarannya tidak bersifat mutlak itu. Oleh
karena itu, selalu tersedia ruang kosong dari setiap teori sastra yang dapat
diisi oleh siapa pun yang mempelajarinya. Ruang kosong itu terbuka bagi setiap
orang untuk mengkritisi teori yang dipelajarinya.
Banyak aspek yang dapat dikritis dari sebuah
teori sastra. Salah satu dari aspek tersebut adalah apa yang menjadi kelemahan
dari teori sastra tersebut dalam tugasnya sebagai alat untuk menelaah karya
sastra. Dalam hubungan dengan kajian atau analisis karya sastra, sebuah teori
sastra adalah sebuah "pisau bedah" yang digunakan untuk
"mengoperasi" karya sastra tersebut. Tidak setiap pisau bedah cocok
untuk digunakan dalam setiap operasi pembedahan. Di samping tergantung dari
anatomi tubuh manusia yang akan dioperasinya, juga tergantung dari jenis
penyakitnya.
Demikian pula halnya dengan teori sastra. Tidak sembarang
teori sastra dapat digunakan untuk menganalisis karya sastra. Lebih tepatnya,
tidak sembarang teori sastra dapat digunakan untuk mencapai tujuan dari
analisis yang dilakukan terhadap karya sastra tersebut. Pilihan teori sastra
sebagai pisau bedah analisis tergantung dari tujuan yang hendak dicapai dari
analisis karya sastra tersebut. Namun, sesuai dengan kedudukannya sebagai salah
satu bentuk fenomena dalam definisi Imannuel Kant, teori sastra sebagai pisau
bedah memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing.
Adapun masalah yang diangkat dalam karya ilmiah ini adalah
tentang bagaimanakah keterkaitan antar unsure-unsur prosa fiksi berupa satua
sesuai dengan kajian strukturalisme. Dengan tujuan penelitiannya adalah untuk
mengetahui keterkaitan antar unsur-unsur prosa fiksi berupa satua sesuai dengan
kajian strukturalisme. Manfaat karya ilmiah ini antara lain :
1.
Manfaat Praktis
Karya ilmiah ini dapat member
pengetahuan pada pembaca mengenai unsure-unsur satua serta keterkaitan antar
unsure-unsur sehingga pembaca lebih mudah untuk mengerti dan memahami isi dari
sebuah karya sastra fiksi
2.
Manfaat Teoritis
Karya ilmiah ini bermanfaat untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang kajian teori struktural itu sendiri
1.2
Teori
Teori yang penulis gunakan dalam mengkaji karya sastra
berbentuk prosa fiksi ini adalah teori strukturalisme. Teori strukturalisme sastra merupakan sebuah
teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi
antara berbagai unsur teks. Unsur-unsur teks secara berdiri sendiri tidaklah
penting. Unsur-unsur itu hanya memperoleh artinya di dalam relasi, baik relasi
asosiasi ataupun relasi oposisi. Relasi-relasi yang dipelajari dapat berkaitan
dengan mikroteks (kata, kalimat), keseluruhan yang lebih luas (bait, bab),
maupun intertekstual (karya-karya lain dalam periode tertentu). Relasi tersebut
dapat berwujud ulangan, gradasi, ataupun kontras dan parodi (Hartoko, 1986:
135-136).
Istilah kritik strukturalisme secara khusus mengacu kepada praktik kritik sastra yang mendasarkan model analisisnya pada teori linguistik modern. Tetapi umumnya strukturalisme mengacu kepada sekelompok penulis di Paris yang menerapkan metode dan istilah-istilah analisis yang dikembangkan oleh Ferdinan de Saussure (Abrams, 1981: 188-190). Strukturalisme menentang teori mimetik, yang berpandangan bahwa karya sastra adalah ( tiruan kenyataan), teori ekspresif, yang menganggap sastra pertama-tama sebagai ungkapan perasaan dan watak pengarang, dan menentang teori-teori yang menganggap sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dan pembacanya.
Teori strukturalisme memiliki latar belakang sejarah evolusi yangcukup panjang dan berkembang secara dinamis. Dalam perkembangan itu terdapat banyak konsep dan istilah yang berbeda-beda, bahkan saling bertentangan. Misalnya, strukturalisme di Perancis tidak memiliki kaitan erat dengan strukturalisme ajaran Boas, Sapir, dan Whorf di Amerika. Akan tetapi semua pemikiran strukturalisme dapat dipersatukan dengan adanya pembaruan dalam ilmu bahasa yang dirintis oleh Ferdinand de Saussure. Jadi walaupun terdapat banyak perbedaan antara pemikir-pemikir strukturalis, namun titik persamaannya adalah bahwa mereka semua memiliki kaitan tertentu dengan prinsip-prinsip dasar linguistik Saussure -Ferdinand de Saussure meletakkan dasar bagi linguistik modernmelalui mazhab yang didirikannya, yaitu mazhab Jenewa. Menurut Saussure prinsip dasar linguistik adalah adanya perbedaan yang jelas antara signifiant (bentuk, tanda, lambang) dan signifie (yang ditandakan), antara parole (tuturan) dan langue (bahasa), dan antara sinkronis dan diakronis. Dengan klasifikasi yang tegas dan jelas ini ilmu bahasa dimungkinkan berkembang menjadi ilmu yang otonom, di mana fenomena bahasa dapat dijelaskan dan dianalisis tanpa mendasarkan diri atas apa pun yang letaknya di luar bahasa. Saussure membawa perputaran perspektif yang radikal dari pendekatan diakronik ke pendekatan sinkronik. Sistem dan metode linguistik mulai berkembang secara ilmiah dan menghasilkan teori-teori yang segera dapat diterima secara luas. Keberhasilan studi linguistik kemudian diikuti oleh berbagai cabang ilmu lain seperti antropologi, filsafat, psikoanalisis, puisi, dan analisis cerita.
Istilah kritik strukturalisme secara khusus mengacu kepada praktik kritik sastra yang mendasarkan model analisisnya pada teori linguistik modern. Tetapi umumnya strukturalisme mengacu kepada sekelompok penulis di Paris yang menerapkan metode dan istilah-istilah analisis yang dikembangkan oleh Ferdinan de Saussure (Abrams, 1981: 188-190). Strukturalisme menentang teori mimetik, yang berpandangan bahwa karya sastra adalah ( tiruan kenyataan), teori ekspresif, yang menganggap sastra pertama-tama sebagai ungkapan perasaan dan watak pengarang, dan menentang teori-teori yang menganggap sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dan pembacanya.
Teori strukturalisme memiliki latar belakang sejarah evolusi yangcukup panjang dan berkembang secara dinamis. Dalam perkembangan itu terdapat banyak konsep dan istilah yang berbeda-beda, bahkan saling bertentangan. Misalnya, strukturalisme di Perancis tidak memiliki kaitan erat dengan strukturalisme ajaran Boas, Sapir, dan Whorf di Amerika. Akan tetapi semua pemikiran strukturalisme dapat dipersatukan dengan adanya pembaruan dalam ilmu bahasa yang dirintis oleh Ferdinand de Saussure. Jadi walaupun terdapat banyak perbedaan antara pemikir-pemikir strukturalis, namun titik persamaannya adalah bahwa mereka semua memiliki kaitan tertentu dengan prinsip-prinsip dasar linguistik Saussure -Ferdinand de Saussure meletakkan dasar bagi linguistik modernmelalui mazhab yang didirikannya, yaitu mazhab Jenewa. Menurut Saussure prinsip dasar linguistik adalah adanya perbedaan yang jelas antara signifiant (bentuk, tanda, lambang) dan signifie (yang ditandakan), antara parole (tuturan) dan langue (bahasa), dan antara sinkronis dan diakronis. Dengan klasifikasi yang tegas dan jelas ini ilmu bahasa dimungkinkan berkembang menjadi ilmu yang otonom, di mana fenomena bahasa dapat dijelaskan dan dianalisis tanpa mendasarkan diri atas apa pun yang letaknya di luar bahasa. Saussure membawa perputaran perspektif yang radikal dari pendekatan diakronik ke pendekatan sinkronik. Sistem dan metode linguistik mulai berkembang secara ilmiah dan menghasilkan teori-teori yang segera dapat diterima secara luas. Keberhasilan studi linguistik kemudian diikuti oleh berbagai cabang ilmu lain seperti antropologi, filsafat, psikoanalisis, puisi, dan analisis cerita.
Struktur bukanlah suatu yang statis, tetapi merupakan suatu
yang dinamis karena didalamnya memiliki sifat transformasi. Karena itu,
pengertian struktur tidak hanya terbatas pada struktur (structure), tetapi
sekaligus mencakup pengertian proses menstruktur (structurant) (Peaget dalam
Sangidu, 2004: 16). Dengan demikian, teori struktural adalah suatu disiplin
yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas beberapa
unsur yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya.
1.3
Metode
1.3.1
Metode Hermenuistik
Metode ini dianggap
sebagai metode ilmiah paling tua yang sudah ada sejak zama Plato dan
Aristoteles. Mula-mula metode ini berfungsi untuk menafsirkan kitab suci.
Hermeneutik modern baru berkembang sejak abad ke-19 melalui gagasan
Schleiermacher, Dilthey, Heidegger, Gadamer, Habermas, Ricoeur, dan sebagainya.
Dalam sastra dan filsafat, hermeneutik disejajarkan dengan interpretasi,
pemahaman, verstehen, dan retroaktif. Dalam ilmu- ilmu sosial juga disebut
metode kualitatif, analisis isi, alamiah, naturalistik, studi kasus, etnografi,
etnometodologi, dan fenomenologi. Metode ini ini tidak mencari makna yang benar
melainkan makna yang paling optimal. Untuk menghindarkan keterbatasan proses
interpretasi, peneliti harus memiliki titik pijak yang jelas. Penafsiran
terjadi karena setiap subjek memandang objek melalui horison dan paradigma yang
berbeda-beda. Keragaman tersebut pada gilirannya menimbulkan kekayaan makna
dalam kehidupan manusia, menambah kualitas estetika, etika, dan logika.
1.3.2
Metode Formal
Metode formal adalah analisis dengan mempertimbangkan aspek- aspek
formal, aspek-aspek bentuk yang mengarah
pada unsur-unsur karya sastra. Tujuan metode formal adalah studi ilmiah
mengenai sastra dengan memperhatikan sifat-sifat teks yang dianggap artistik.
Ciri-ciri utama metode formal adalah analisis terhadap unsur-unsur karya sastra
kemudian mempertalikan hubungan antarunsur tersebut dengan totalitasnya..
Metode ini sama dengan metode struktural yang berkembang menjadi teori
strukturalisme. Metode formal memandang bahwa keseluruhan aktivitas kultural
memiliki dan terdiri atas unsur-unsur.
PEMBAHASAN
2.1 Sinopsis
Diceritakan
ada seorang Bhatara Guru, Ida Bhatara Guru tersebut berstana di sebuah gunung,
yang disebut Gunung Semeru, ditemanioleh putra Beliau yang bernama I Naga
Basukih.Dari namanya saja sudah terlihat bahwa putra Bhatara Guru tersebut berwujud seekor Naga yang
sangat besar.
Pada suatu hari, pagi-pagi buta I Naga Basukih menghadap sang
Ayah.Ida Bhatara Guru terkejut melihat
kedatangan anaknya di pagi buta. Lalu, I Naga Basukih menyampaikan maksud
kedatangannya tersebut adalah untuk memohon ijin pada Ida Bhatara Guru, karena
I Naga Basukih ingin mengunjungi saudara-saudaranya di Tanah Bali. I Naga
Basukih merasa rindu pada saudara-saudaranya tersebut yaitu Bhatara Geni Jaya
di Bukit Lempuyang, Bhatara Mahadewa di Gunung Agung, Bhatara Tumuwuh di
Batukaru, Bhatara Manik Umang ring Gunung Beratan, Bhatara Hyang Tugu di Gunung
Andakasa.
Ida Bhatara Guru lalu mencoba menghalangi kepergian anaknya
tersebut, karena Bali sangat jauh daritempat mereka, dan juga kalau ingin
kesana harus menyeberangi lautan. Selain itu tempat tinggal saudara-saudara I
Naga Basukih berjauhan, jadi Ida Bhatara Guru takut putranya akan mengalami
kesulitan bertemu saudara-saudaranya.
Mendengar ayahnya berbicara demikian,I Naga Basukih mengira
ayahnya merendahkan dan meremehkan kesaktian yang dimilikinya. Diapun berbalik
meremehkan Bali dan meyakinkan ayahnya bahwa dia bisa mencapai Bali tanpa
kesulitan. I Naga Basukih mengatakan Bali hanya sebesar telur, jadi dia tidak
akan menemui kesulitan, dan bahkan bisa menelan jagat Bali. Sang ayahpun tidak
bisa mengatakan apa-apa dan mengijinkan putranya pergi.
Lalu pergilah I Naga Basukih ke Bali, pertama-tama dia menuju
Blangbangan. Setelah sampai di Blangbangan, saking inginnya dia melihat jagat
Bali, I Naga Basukih menaiki salah satu Gunung lalu meninjau Bali dari atas
gunung ttersebut. Karena dia melihat dari jauh, jagat Balipun terlihat sangat
kecil. Di sana I Naga Basukih menggerutu, dikira ayahnya ingin membodohinya dan
sekali lagi dia meremehkan jagat Bali. Perkataan Naga BAsukih tersebut didengar
oleh Ida Bhatara Guru yang sakti layaknya angin yang bisa segera muncul dan
menghilang.
Di sana Ida Bhatara Guru marah pada putranya dan member
tantangan agar I Naga Basukih melahap ujung Gunung Sinunggal yang berada di
Bali, jika dia berhasil maka Bhatara Guru akan mengakui kesaktian I Naga
Basukih. I Naga Basukih pun tanpa pikir panjang menyanggupi tantangan tersebut,
dia berfikir jangankan ujung gunung Sinunggal, jagat Balipun akan dilahapnya.
Setelah itu, I Naga Basukih dengan tergesa-gesa menuju Bali,
lalu bagaikan burung yang akan menyambar anak ayam, I Naga Basukih dengan penuh
semangat melahap Gunung Sinunggal, Baru sedikit ujung gunung Sinunggal yang
berhasil dilahap , I Naga Basukih sudah kelelahan dan kehabisan tenaga.
Seberapapun ia berusaha, tetap tidak bisa melahap ujung gunung Sinunggal.
Disana Naga Basukih merasasangat malu, lalu memohon ampun pada sang Ayah karena
telah meremehkan Jagat Bali. Setelah itu Naga Basukih berstana di Bali. Sejak
saat itu di Bali jarang terjadi gempa
dan banjir maupun angin topan.
Nah, Gunung yang tinggi –tinggi di Bali . di percaya telah
diturunkan oleh Ida Bhatara Guru.
2.2 Analisis
Sarana Cerita
2.2.1 Judul
Judul : I Naga Basukih. Sesuai dengan judulnya, tokoh
utama dalam prosa ini adalah I Naga Basukih. I Naga Basukih terlibat dalam
segala konflik dalam satua/prosa ini.
2.2.2 Sudut Pandang
Sudut
pandang : Pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga (third person)
dengan menggunakan nama I Naga Basukih. Sesuai dengan pembagian sudut pandang
yang dikemukakan oleh Stanton (1964: 26-27), pengarang menggunakan sudut
pandang third person (orang ke tiga) yaitu ia sebagai pencerita terbatas : pengarang
mengacu semua tokoh dalam bentuk orang ke tiga (ia atau mereka), tetapi hanya
menceritakan apa yang dilihat didengar dan dipikirkan oleh seorang tokoh.
2.3 Analisis Fakta Cerita
2.3.1 Tokoh
dan Penokohan
I Naga
Basukih : sombong dan angkuh (terlihat dari kelakuannya meremehkan jagat Bali
dan selalu menyombongkan kesaktiannya)
Ida Bhatara Guru : bijaksana (menegur dan mencoba
menyadarkan putrannya yang berbuat kesalahan).
Tidak ada tokoh tambahan dalam satua I Naga basukih,
konflik dan peristiwa-peristiwa hanya berkaitan dengan keua tokoh sentral
2.3.2
Alur (plot)
Alur dalam
prosa tersebut bersifat lurus (kronologis) dengan peristiwa berpusat pada tokoh
I Naga Basukih dan Ida Bhatara Guru dengan penahapan alurnya meliputi: Bagian
awal yaitu eksposisi, bagian tengah yaotu konflik dan klimak dan pada bagian
akhir yaitu denouement. Kronologis peristiwanya adalah sebagai berikut:
1.
Yang menandai
eksposisi yaitu :
I
Naga Basukih menghadap Ida Bhatara Guru dan menyampaikan keinginannya menuju
jagat Bali
2.
Yang menandai
munculnya konflik yaitu :
-
Ida Bhatara Guru melarang putrannya pergi dengan alasan jagat
Bali jauh dan takut putrannya tersebut mengalami kesulitan
-
I Naga Basukih merasa kesaktiannya diragukan oleh ayahnya
karena dilarang pergi ke Bali
-
I Naga Basukih bersikeras pergi ke Bali dan ayahnyapun tidak
bisa melarang lagi
-
Setelah melihat Bali dari jauh , I Naga Basukih kembali
meremehkan jagat Bali yang kemudian di dengar oleh Ida Bhatara Guru
3.
Yang menandai tahap klimaks yaitu
-
Ketidakmampuan I Naga Basukih memenuhi pemintaan ayahnya
untuk melahap ujung Gunung Sinunggal
4.
Tahap deneouement ditandai dengan peristiwa
I Naga Basukih meminta maaf pada Ida
Bhatara Guru atas kesombongannya meremehkan jagat Bali. Dan I Naga Basukih berstana di Gunung
Sinunggal
Oleh karena rangkaian peristiwa nya lurus dan kronologis,
maka peristiwa
saat I Naga Basukih menghadap ayahnya dan menyampaikan keinginannya pergi
ke Bali adalahpenyebab dari segala peristiwa. Jalinan peristiwanya bersifat
kausalitas (sebab – akibat). Setelah I Naga Basukih menyampaikan keinginannya
pergi ke Bali, Ida Bhatara Guru melarang. Akibatnya, I Naga Basukih merasa
kesaktiannya diragukan oleh ayahnnya. Dari sanalah konflik dimulai, sampai
akhirnya I Naga Basukih beberapa kali meremehkan Bali. Dan berakhir dengan ia
mempermalukan dirinya sendiri di depan ayahnya.
2.3.3 Latar
(setting)
Tempat :
1.
Di Gunung Semeru
tempat berstananya Ida Bhatara Guru, dan tempat I Naga Basukih menghadap sang
ayah.
2.
Di hutan , diceritakan saat I Naga Basukih menuju
Blangbangan, dia melewati Hutan
3.
Blangbangan, tujuan pertama Naga Basukih dalam perjalanan ke
Bali, dan tempat I Naga Basukih meninjau jagat Bali dari ujung Gunung
4.
Gunung Sinunggal di Bali, Gunung yang dilahap oleh I Naga
Basukih, dan tempat tinggal I Naga Basukih hingga kini (konon)
Latar waktu :Latar waktu yang jelas
disebutkan dalam cerita , hanya pada saat I Naga Basukih menghadap Ida Bhatara
Guru, yaitu di pagi buta.
Latar sosial yaitu : Di pulau Bali yang
percaya setiap Gunung ada yang menjaga
2.4
Analisis Tema
Tema : setelah di baca dan dipahami tema
prosa I Naga Basukih yaitu “Pendidikan” , di mana prosaini menceritakan I Naga
Basukih yang sombong, lalu sebagai ayah , Ida Bhatara Guru mencoba menyadarkan
dan meluruskan kesalahan putra Beliau. Di sini menunjukkan seorang ayah yang
ingin mendidik putrannya agar tidak menemukan masalah karena kesombongannya.
Tema Pendidikan ini menyangkut tema moral (organic) yaitu hubungan harmonis
antar tokoh. Di mana Naga Basukih selalu berbicara sopan pada sang ayah dan
meminta maaf saat menyadari telah berbuat kesalahan, begitu juga dengan Ida
Bhatara Guru, yang menunjukkan kasih sayang pada sang anak dengan mendidiknya
dengan benar. Dan member ujian pada anakknya agar menyadari kesalahan yang
diperbuat.
Analisis Amanat :
Sesuai dengan akhir cerita, yaitu tokoh
I Naga Basukih yang berakhir dengan mempermalukan dirinya sendiri karena tidak
menuruti nasihat Sang Ayah, meremehkan sesuatu dan berbuat menyombongkan diri,
Jadi secara tersirat, pengarang berpesan agar pembaca tidak memiliki sifat
seperti tokoh I Naga Basukih yaitu tidak sombong, melawan orang tua, dan
meremehkan sesuatu.
2.5
Analisis Relasi antar Unsur
Judul I Naga Basukih menandakan yang
diceritakan dalam prosa ini adalah I Naga Basukih. I Naga BAsukih terlibat
dalam semua peristiwa dalam cerita ini mulai dari eksposisi, konfliks, klimaks
sampai dengan denoument. Cerita dimulai dari pertemuan ke dua tokoh sentral
yaitu I Naga Basukih dengan Ida Bhatara Guru. Awalnya pertemuan tersebut
bersifat formal dan datar , terlihat dari sang ayah dan putranya yang saling
menyapa dengan sopan. Latar menunjukkan di pagi hari di Gunung Semeru tempat
tinggal Ida Bhatara Guru. Cerita ini menggunakan Sudut Pandang orang ke tiga
dengan tokoh I Naga Basukih dan Ida Bhatara Guru dengan pengarang sebagai
pencerita terbatas. Peristiwa ini menujukkan tahap eksposisi
Peristiwa selanjutnya yaitu mengacu
pada konflik saat keinginan I Naga Basukih ditolak oleh ayahnya. I Naga Basukih
yang menurut penokohan memiliki sifat sombong , tidak terima atas alas an yang
diberi ayahnya untuk melarang dia ke bali. Peristiwa selanjutnya yang
menunjukkan sebab akibat dan alur yang bersifat kronologis dan berurutan dari
eksposisi, konfliks, klimaks sampai denoument. Perkembangan alur terjadi karena
keterkaitan antar peristiwa yang satu dengan yang lainnya. Perkembangan alur juga menyebabkan
perpindahan pada latar tempat, yaitu pada peristiwa eksposisi latarnya di
Gunung Sinunggal lalu berpindah ke Blangbangan dan akhir peristiwa yaitu di
Gunung Sinunggal.
Penyelesaian
cerita ini membuat pembaca bisa menafsirkan amanat yang tersirat, dan dari
amanat inilah bisa ditentukan tema pendidikan. Dari setiap peristiwa semuanya
melibatkan I Naga Basukih sebagai tokoh sentral dan sesuai dengan judul satua
tersebut yaitu I Naga Basukih :
Tokoh Utama :
I Naga Basukih ,
Ida Bhatara Guru
|
Penokohan :
I Naga Basukih :
sombong, angkuh
Ida Bhatara Guru :
bijaksana
|
Amanat
: Jangan sombong
|
Tema
: Pendidikan
|
Cara bercerita :
Orang ketiga
|
Suasana :
formal,datar
|
Eksposisi :
I Naga Basukih
menghadap ayahnya utk memohon ijin
|
Konflik : I naga
basukih bersikeras ke Bali walaupun ayahnya melarang karena dia merasa
diremehkan
|
Klimaks
: I Naga Basukih merasa malu karena tidak bisa menuruti permintaan ayahnya
|
Denoument :
I Naga Basukih
meminta maaf pada ayahnya, dan ia akhirnya menjaga gunung Sininggal
|
Latar : Gunung
Sinunggal
|
Latar : Gunung Sinunggal
|
Gunung
Sinunggal yang berada di jagat Bali
|
Alur : Kronologis
|
Judul : I Naga
Basukih
|
PENUTUP
1.3
Simpulan
Dari pembahasan
hasil penelitian, analisis satua “I
Cupak Teken I Grantang” dapat disimpulkan bahwa satua yang dianalisis diatas
menggunakan konsep strukturalisme, yaitu menganalisis secara cermat unsur-unsur
yang membangun cerita dan menjelaskan hubungan antar unsurnya. Adapun
unsur-unsur membangun cerita tersebut adalah fakta cerita, tema, sarana cerita
dan nilai moral.
DAFTAR
RUJUKAN
Aisyah Iis Siti. 2013. Teori Sastra Struktualisme. Tersedia
pada http://iissitiaisyahinfo.blogspot.com. Diakses pada tanggal 8 Pebruari 2014
Endraswara Suwardi. 2004. Metodologi
Penelitian Sastra. Yogyakarta: FBS Universitas Negeri Yogyakarta.
Kurniawan
Heru. 2009. Sastra Anak Dalam Kajian
Struktualisme, Sosiologi, Semiotika, Hingga Penulisan Kreatif. Graha Ilmu:
Yogyakarta
LAMPIRAN CERITA
Naga Basukih
Ada
kone tutur-tuturan satua, Ida Bhatara Guru. Ida Bhatara Guru totonan, malinggih
ring Gunung Semeru, kairing olih putranidane mapesengan I Naga Basukih.
Pesengan idane dogen suba ngarwanang, I Naga Basukih terang gati suba putran
Ida Bhatara Guru totonan maukudan Naga, marupa lelipi gede pesan.
Sedek
dina anu, kandugi enu ruput pesan, I Naga Basukih tangkil ring ajine.Baan
tumben buka semengane I Naga Basukih tangkil, dadi matakon Ida Bhatara Guru
ring putrane, “Uduh nanak bagus, dadi tumben buka semengan I Nanak nangkilin
Aji, men apa jenenga ada kabuatan I nanak ring Aji, nah lautan I nanak
mabaos!”. Keto kone pataken Ida Bhatara Guru ring putrane I Naga Basukih. Ditu
lantas I Naga Basukih matur ring ajine. “Nawegang Aji Agung titiang kadi isenge
ring sameton titiange sane wenten ring jagat Bali, makadi Bhatara Geni Jaya
sane malinggih kocap ring bukit Lempuyang, Bhatara Mahadewa kocapring Gunung
Agung, Bhatara Tumuwuh ring Gunung Batukaru, Bhatara Manik Umangring Gunung
Beratan, Bhatara Hyang Tugu di Gunung Andakasa, cutet ring sami sameton
titiange sane wenten ring tanah Bali.Dening sampun lami pisan Aji, titian tan
pisan naanin mapanggih sareng sameton, nika mawinan titian nunasang mangda
sueca ugi maicanin titian lunga ka tanah Bali jaga ngrereh sameton titiange
sami.
Mare
keto aturne I Naga Basukih, dadi gelis Ida Bhatara Guru ngandika, “Uduh nanak
bagus , nah yan dadi baan Aji sampunang je I nanak lunga ka Bali buate lakar
ngalih pasametonan I dewane. Nah apa lantas ngawinang dadi buka Aji mialang
pa,argan I Nanak, mapan Gumi Baline totonan joh pesan uli dini. Buina, yan
lakar I nanak ngalih gumi Baline, pajalane ngliwat pasih. Len teken totonan,
buat tongos sameton-sameton I nanake malinggih doh-dohan , selat alas suket
madurgama. Kaparna baan Aji, minab lakar sengka baan I nanak indike mamanggih
sameton. Buina yan pada anake lunga, men nyen kone ajak Aji ngawaspadain utawi
nureksain dini di Gunung Semeru.” Dadi keto kone pangandikan Ida Bhatara Guru,
buka mialang pajalane I Naga Besukih unduke lakar luas ka tanah Bali.
Baan
isenge teken sameton, mimbuh baan dotne nawang gumi Bali, dadi buin ngawawanin
I Naga Basukih matur ring Ida Bhatara Guru.”Nunas lunga Aji Agung, yening
kenten antuk Aji mabaos, minab Aji ngandapang saha nandruhin kawisesan
titiange. I wawu Aji mamaosang jagat Baline selat pasih raris mialang pajalan
titiange ka Bali, beh elah antuk titian n gentap pasihe wantah aclekidek. Raris malih Aji
maosang genah sameton titiange di Bali madoh-dohan , maselat alas suket
madurgama, amunapi se ageng gumi Baline punika Aji? Kantun elah antuk titian
Aji. Yening Aji maicayang , punika Aji.” Dadi jeg keto kone aturne I Naga
Basukih jeg nyampahang gumi Baline di ajeng Ida Bhatara Guru.
Nah
mapan keto kone aturne I Naga Basukih, men Ida Bhatara Gurujog kadi blengbengan
kayunidane mirage atur putrane. Dados jog nyampahang gumi Baline, buin sadah
elah kone baana nguluh mapan tuah amul taluhe geden gumi Baline. Ngandika Ida
Bhatara teken I Naga Basukih. “Nanak Bagus Naga Basukih, Aji sing ja buin lakar
mialang pajalan I Nanak ka jagat Bali, nah majalan I nanak apang melah!”
Mara
keto kone pangandikan Ajine, beh ngrigik kone I Naga Basukih, jog
menggal-enggalan nunas mapamit ring Ida Bhatara Guru. Nah jani madabdan kone I Naga Basukih buate
luas ka Bali.Yan buat pajalane uli Gunung Semeru lakar ngojog Blangbangan. Di benengan
majalane I Naga Basukih, asing tomploka jog pragat dekdek remuk. Telah
punyan-punyane balbal sabilang ane kentasin baan I Naga Basukih. Sing baan
geden lipine ngranaang. Biune telah patlangkeb kutun alase mara ningalin I Naga
Basukih.
Gelising
satua tan ucap di jalan, jani suba kone neked di Blambangan pajalane I Naga
Basukih. Mapan edote apang enggal ja ningalin gumi Baline, jani menek kone I
Naga Basukih ka duur muncuk gununge. Uli muncuk gununge totonan lantas I Naga
Basukih ninjo gumi Baline. Bes gegaen ningalin uli joh lantasan, terang suba
cenik tingalina gumi Baline teken I Naga Basukih. Payu ngrengkeng I Naga
Basukih, kene kone krengkengane I Naga Basukih. “Beh bes sanget bane I Aji
melog-melog deweke, suba seken gumi Baline amul taluhe dadi mahange lakar keweh
kone deweke ngalih sameton di gumi Bali. Dadi buka anake sing nyager I Aji
teken kesaktian deweke.” Keto kone pakrengkengane I Naga Basukih. Dadi tusing
pesan kone ia rungu wiadin ane pekrengkengange di ati totonan kapireng olih Ida
Bhatara Guru. Ida anak mula maraga mawisesa , maraga sakti sakedap dini sakedap
ditu, cara angin tuara ngenah. Dadi dugas I Naga Basukih ngrengkeng masambilan
ninjo gumi Baline uli muncuk gununge Ida Bhatara suba ditu, sakewala sing
tingalina teken I Naga Basukih. Ida mula uning ngenah ilang.
Men jani mapan aketo
lantasan pakrengkengane I Naga Basukih, ditu lantas Ida Bhatara Guru jog nyeleg
di sampingne I Naga Basukih tumuli ngandika.”Uduh nanak Naga Basukih, nganti
suba pindo pireng Aji I Nanak nyampahang gumi Baline , I nanak ngorahang totonan
tuah amul taluhe, Nah jani Aji kene teken I Nanak, yan saja gumi Baline tuah
amul taluhe buka pamunyin I nanake , nah
entoada muncuk gunung ane ngenah uli dini. Yan buat gununge ento madan Gunung
Sinunggal. Jani yan saja I nanak sakti tur pradnyan, Aji matakon teken I Dewa,
Nyidaang ke I nanak nguluh gununge ento? Yan suba saja mrasidayang I Dewa
nguluh, nah kala ento Aji ngugu teken kawisesan I Dewane.” Keto kone
pangandikan Ida Bhatara Guru I Naga Basukih. Beh payu makejengan I Naga
Basukih, krana tusing taen naen naen gati dadi jog nyeleg Ajine di sampingne.
Dadi mapan aketo bebaos Ida Bhatara Guru, dadi matur I Naga Basukih. “Inggih
Aji Agung, yan wantah Aji nitah mangda ngulih Gunung Sinunggale,malihe yan
bantas amunika pakantenan jagat Baline, yening Aji maicayang jagat Baline jaga
uluh titiang. “Keto kone aturne I Naga Basukih kaliwat bergah. Malih Ida
Bhatara Guru ngandika, “Cening Naga Basukih, nah ene titah Ajine ane abedik
malu laksanaang!”.
Jani madabdaban lantas
I Naga Basukih lakar nguluh gunung Sinunggale ane ada di tanah Bali uli Gunung
Blangbangane. Ditu lantas I Naga Basukih ngentegang saha nuptupang bayu. Beh
ngencorong paningalan I Naga Basukih neeng Gunung Sinunggale, yan rasa-rasaang
tulen ja buka kedis sikepe di benengan nyander pitike kagangsarane I Naga
Basukih ngepet-ngepetang muncuk gununge.
Nah, jani disubane
neked di Bali, buina suba kacaplok Gunung Sininggale, beh kaling ke lakar
nguluh, ajin bantas mara muncukne dogen suba sing nyidaang I Naga Basukih
ngepet-ngepetangmuncuk gununge. Mapan kagedean lelipi sadah sambilanga mesuang
bayu, dadi embed Gunung Sinunggale ane paek bena kelodne. Yan raasaang, beh
cara munyin kerug sasih kaulu munyin doodanne I Naga Baasukih amah kenyelne,
masih tonden nyidaang nguluh Gunung Sinunggale.
Kacrita ne jani pelanan
suba telah gading bayunne I Naga Basukih masih tonden nyidaang nguluh gununge.
Undukne I Naga Basukih buka keto kaaksi olih Ida Bhatara Guru, mawinan di gelis
Ida ngandika, “ Nanak Naga Basukih, men kenken nyidaang apa tuara I nanak nguluh
gunung Sinunggale?.” Mareketo kone patakon Ida Bhatara Gurune, kaliwat
kabilbilne madukan jengah kenehne I Naga Basukih. Sakewala buin telung keto ja
ngaba jengah , lakar pragat tuara nyidaang
I Naga Basukih lakar nguluih Gunung Sinunggale. Kaling ke nguluh
makejang, ajin nguluh muncukne dogen suba mandes. Dadi sambilanga masemu
kabilbil matur I naga Basukih ring Ida Bhatara Guru. “Nawegang Aji Agung, kenak
Aji ngampurayang indik titiange bregah saha ngandapang jagat Baline. Mangkin
kenak Aji ngenenin upadarwa padewekan titiange baan ttiang bregah!” Keto kone
aturane I Naga Basukih, jegan pragat tinut teken sapatitah Ida Bhatara Guru.
Nah sasukat I Naga
Basukih nongosin Gunung Sinunggale , kapah ada linuh, kapah ada blabar, buina
tusing pesan t5aen ada angin slaung sajeroning Bali. Nah, ada buka jani gununge
tegeh-tegeh di Bali, ento kone mawiwit uli Gunung Mahameru ane katurunang di
Bali olioh Ida Bhatara Guru.
Harrah's Casino, Council Bluffs - MapyRO
BalasHapusHarrah's Casino, 용인 출장안마 Council Bluffs, IA 60301. Find map, reviews, 당진 출장안마 and information 여주 출장샵 for 구미 출장샵 Harrah's Casino, 원주 출장마사지 Council Bluffs, including room rates,