Selasa, 07 Oktober 2014

Analisis Strukturalisme Satua I Naga Basukih

ANALISIS STRUKTURALISME SATUA I NAGA BASUKIH

Putu Yuli Kristina
11.1.2.2.1.237

Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
Jln Kresna. Gang III Singaraja
Ponsel : 087762454554

ABSTRAK
Strukturalisme adalah cara berpikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi unsur dalam suatu karya sastra (cerpen, novel, roman dan sebagainya). Menurut Hawkes (1976) mengatakan bahwa strukturalisme adalah struktur yang unsur-unsurnya saling berhubungan erat dan setiap unsur itu hanya mempunyai makna dalam hubungannya dengan unsur lainnya dan keseluruhannya. (Heri Kurniawan, 2009).
Masalah yang akan diangkat meliputi hal-hal sebagai berikut; 1) bagaimana struktur satua I Naga Basukih dan unsur-unsur pembangun dalam satua tersebut.  Dengan tujuan umum dalam penelitiannya untuk mengembangkan ilmu sastra, yakni mengaplikasikan teori struktualisme dalam sebuah karya sastra.
Kata Kunci      : Kajian Struktualisme, Satua I Naga Basukih
ABSTRACT
Struktualism is a way of thinking about the world that primarily related to the response and description elements in a literary work ( short story, novel, romance and so on). According to Hawkes (1976) says that struktualism is the strukture it’s element are closely in terrelated and every element of it only has meaning in relation to other elements and overall. Heri Kurniawan (2009).
The issue to be raised include the following things; 1) How to strukture stories of Bali “I Naga Basukih” and elements of development in the stories of Bali. With a common goal in his research to develop the sciense of literature.
Keyword : Review Struktualism, Balinesse story I Naga Basukih.
PENDAHULUAN
1.2         Latar Belakang
Sebelum kemajuan pola berfikir manuasia yang seperti sekaramng ini, khususnya di Bali masyarakat berpedoman pada adat istiadat dan sistem kepercayaan yang bernuansa mistis, legenda dan sangat kental dengan budaya. Pada jaman dahulu masyarakat sangat tradisionalisme terutama dalam pola pikir dan kehidupan sehari- hari mereka. Salah satunya masyarakat mempercayai satua, dimana satua tersebut merupakan kumpilan cerita rakyat dan cerita fiksi yang bertujuan untuk mengelabuhi anak- anak pada saat itu. Satua merupakan cerita yang sangat berkaitan erat dengan dengan dongeng karena kebenarannya tidak dapat di buktikan. Dan seringkali kejadian- kejadian yang terjadi di dalam satua tersebut sulit di terima dengan rasional. Karena banyaknya unsur kemustahilan yang tidak masuk akal. 
   Satua dalam kehidupan masyarakat digunakan sebagai sarana pendidikan. Selain untuk melestarikan warisan seni dan budaya, terdapat pesan- pesan moral yang diharapkan dapat menjadi pedoman masyarakat dalam bertindak dan bertingkah laku sesuai dengan yang diajarkan di dalam satua tersebut.satua juga menjelaskan sikap yang baik dan buruk serta sebab akibat yang ditimbulkan dari tindakan yng di lakukan.
   Di kehidupan yang maju seperti sekarang, dimana pola pikir manusia sudah jauh lebih maju dari pola pikir masyarakat sebelumnya. Disamping itu kemajuan teknologi membuat dampak negatif terhadap karya-karya tradisional. Contohnya dalam hal satua itu sendiri.jika dicermati anak-anak jaman sekarang sedikit sekali yang tertarik untuk membaca satua. Dalam Hal inilah seharusnya ditanamkan sejak dini untuk melestarikan kebudayaan dan tradisi yang sebagian besar mengacu pada pendidikan dan hiburan, terutama bagi anak-anak. 
   Dengan membaca satua diharapkan para siswa dapat memahami dam memetik amanat apa yang baik dan yang patut ditiru. Sebaliknya yang tidak baik bisa dijadikan acuan dalam bertingkah laku. Selaion itu diharapkan juga para siswa bisa lebih kreatif untuk sekedar mendapat referensi untuk nantri bisa membuat dan menciptakan karya sendiri. 
Sebagai salah satu bentuk fenomena , kebenaran ilmu pengetahuan tentu tidaklah bersifat mutlak. Ilmu pengetahuan bukanlah wahyu Tuhan yang kebenarannya tidak dapat ditawar-tawar lagi. Teori sastra adalah bagian dari ilmu pengetahuan yang kebenarannya tidak bersifat mutlak itu. Oleh karena itu, selalu tersedia ruang kosong dari setiap teori sastra yang dapat diisi oleh siapa pun yang mempelajarinya. Ruang kosong itu terbuka bagi setiap orang untuk mengkritisi teori yang dipelajarinya.
   Banyak aspek yang dapat dikritis dari sebuah teori sastra. Salah satu dari aspek tersebut adalah apa yang menjadi kelemahan dari teori sastra tersebut dalam tugasnya sebagai alat untuk menelaah karya sastra. Dalam hubungan dengan kajian atau analisis karya sastra, sebuah teori sastra adalah sebuah "pisau bedah" yang digunakan untuk "mengoperasi" karya sastra tersebut. Tidak setiap pisau bedah cocok untuk digunakan dalam setiap operasi pembedahan. Di samping tergantung dari anatomi tubuh manusia yang akan dioperasinya, juga tergantung dari jenis penyakitnya.
Demikian pula halnya dengan teori sastra. Tidak sembarang teori sastra dapat digunakan untuk menganalisis karya sastra. Lebih tepatnya, tidak sembarang teori sastra dapat digunakan untuk mencapai tujuan dari analisis yang dilakukan terhadap karya sastra tersebut. Pilihan teori sastra sebagai pisau bedah analisis tergantung dari tujuan yang hendak dicapai dari analisis karya sastra tersebut. Namun, sesuai dengan kedudukannya sebagai salah satu bentuk fenomena dalam definisi Imannuel Kant, teori sastra sebagai pisau bedah memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing.
Adapun masalah yang diangkat dalam karya ilmiah ini adalah tentang bagaimanakah keterkaitan antar unsure-unsur prosa fiksi berupa satua sesuai dengan kajian strukturalisme. Dengan tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui keterkaitan antar unsur-unsur prosa fiksi berupa satua sesuai dengan kajian strukturalisme. Manfaat karya ilmiah ini antara lain :
1.             Manfaat Praktis
Karya ilmiah ini dapat member pengetahuan pada pembaca mengenai unsure-unsur satua serta keterkaitan antar unsure-unsur sehingga pembaca lebih mudah untuk mengerti dan memahami isi dari sebuah karya sastra fiksi
2.             Manfaat Teoritis
Karya ilmiah ini bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang kajian teori struktural itu sendiri
1.2         Teori
Teori yang penulis gunakan dalam mengkaji karya sastra berbentuk prosa fiksi ini adalah teori strukturalisme.  Teori strukturalisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks. Unsur-unsur teks secara berdiri sendiri tidaklah penting. Unsur-unsur itu hanya memperoleh artinya di dalam relasi, baik relasi asosiasi ataupun relasi oposisi. Relasi-relasi yang dipelajari dapat berkaitan dengan mikroteks (kata, kalimat), keseluruhan yang lebih luas (bait, bab), maupun intertekstual (karya-karya lain dalam periode tertentu). Relasi tersebut dapat berwujud ulangan, gradasi, ataupun kontras dan parodi (Hartoko, 1986: 135-136).
         Istilah kritik strukturalisme secara khusus mengacu kepada praktik kritik sastra yang mendasarkan model analisisnya pada teori linguistik modern. Tetapi umumnya strukturalisme mengacu kepada sekelompok penulis di Paris yang menerapkan metode dan istilah-istilah analisis yang dikembangkan oleh Ferdinan de Saussure (Abrams, 1981: 188-190). Strukturalisme menentang teori mimetik, yang berpandangan bahwa karya sastra adalah ( tiruan kenyataan), teori ekspresif, yang menganggap sastra pertama-tama sebagai ungkapan perasaan dan watak pengarang, dan menentang teori-teori yang menganggap sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dan pembacanya.
Teori strukturalisme memiliki latar belakang sejarah evolusi yangcukup panjang dan berkembang secara dinamis. Dalam perkembangan itu terdapat banyak konsep dan istilah yang berbeda-beda, bahkan saling bertentangan. Misalnya, strukturalisme di Perancis tidak memiliki kaitan erat dengan strukturalisme ajaran Boas, Sapir, dan Whorf di Amerika. Akan tetapi semua pemikiran strukturalisme dapat dipersatukan dengan adanya pembaruan dalam ilmu bahasa yang dirintis oleh Ferdinand de Saussure. Jadi walaupun terdapat banyak perbedaan antara pemikir-pemikir strukturalis, namun titik persamaannya adalah bahwa mereka semua memiliki kaitan tertentu dengan prinsip-prinsip dasar linguistik Saussure -Ferdinand de Saussure meletakkan dasar bagi linguistik modernmelalui mazhab yang didirikannya, yaitu mazhab Jenewa. Menurut Saussure prinsip dasar linguistik adalah adanya perbedaan yang jelas antara signifiant (bentuk, tanda, lambang) dan signifie (yang ditandakan), antara parole (tuturan) dan langue (bahasa), dan antara sinkronis dan diakronis. Dengan klasifikasi yang tegas dan jelas ini ilmu bahasa dimungkinkan berkembang menjadi ilmu yang otonom, di mana fenomena bahasa dapat dijelaskan dan dianalisis tanpa mendasarkan diri atas apa pun yang letaknya di luar bahasa. Saussure membawa perputaran perspektif yang radikal dari pendekatan diakronik ke pendekatan sinkronik. Sistem dan metode linguistik mulai berkembang secara ilmiah dan menghasilkan teori-teori yang segera dapat diterima secara luas. Keberhasilan studi linguistik kemudian diikuti oleh berbagai cabang ilmu lain seperti antropologi, filsafat, psikoanalisis, puisi, dan analisis cerita.
Struktur bukanlah suatu yang statis, tetapi merupakan suatu yang dinamis karena didalamnya memiliki sifat transformasi. Karena itu, pengertian struktur tidak hanya terbatas pada struktur (structure), tetapi sekaligus mencakup pengertian proses menstruktur (structurant) (Peaget dalam Sangidu, 2004: 16). Dengan demikian, teori struktural adalah suatu disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya.
1.3         Metode
1.3.1   Metode Hermenuistik
Metode ini dianggap sebagai metode ilmiah paling tua yang sudah ada sejak zama Plato dan Aristoteles. Mula-mula metode ini berfungsi untuk menafsirkan kitab suci. Hermeneutik modern baru berkembang sejak abad ke-19 melalui gagasan Schleiermacher, Dilthey, Heidegger, Gadamer, Habermas, Ricoeur, dan sebagainya. Dalam sastra dan filsafat, hermeneutik disejajarkan dengan interpretasi, pemahaman, verstehen, dan retroaktif. Dalam ilmu- ilmu sosial juga disebut metode kualitatif, analisis isi, alamiah, naturalistik, studi kasus, etnografi, etnometodologi, dan fenomenologi. Metode ini ini tidak mencari makna yang benar melainkan makna yang paling optimal. Untuk menghindarkan keterbatasan proses interpretasi, peneliti harus memiliki titik pijak yang jelas. Penafsiran terjadi karena setiap subjek memandang objek melalui horison dan paradigma yang berbeda-beda. Keragaman tersebut pada gilirannya menimbulkan kekayaan makna dalam kehidupan manusia, menambah kualitas estetika, etika, dan logika.
1.3.2        Metode Formal
Metode formal adalah analisis dengan mempertimbangkan aspek- aspek
formal, aspek-aspek bentuk yang mengarah pada unsur-unsur karya sastra. Tujuan metode formal adalah studi ilmiah mengenai sastra dengan memperhatikan sifat-sifat teks yang dianggap artistik. Ciri-ciri utama metode formal adalah analisis terhadap unsur-unsur karya sastra kemudian mempertalikan hubungan antarunsur tersebut dengan totalitasnya.. Metode ini sama dengan metode struktural yang berkembang menjadi teori strukturalisme. Metode formal memandang bahwa keseluruhan aktivitas kultural memiliki dan terdiri atas unsur-unsur.

PEMBAHASAN
2.1     Sinopsis
          Diceritakan ada seorang Bhatara Guru, Ida Bhatara Guru tersebut berstana di sebuah gunung, yang disebut Gunung Semeru, ditemanioleh putra Beliau yang bernama I Naga Basukih.Dari namanya saja sudah terlihat bahwa putra Bhatara  Guru tersebut berwujud seekor Naga yang sangat besar.
Pada suatu hari, pagi-pagi buta I Naga Basukih menghadap sang Ayah.Ida  Bhatara Guru terkejut melihat kedatangan anaknya di pagi buta. Lalu, I Naga Basukih menyampaikan maksud kedatangannya tersebut adalah untuk memohon ijin pada Ida Bhatara Guru, karena I Naga Basukih ingin mengunjungi saudara-saudaranya di Tanah Bali. I Naga Basukih merasa rindu pada saudara-saudaranya tersebut yaitu Bhatara Geni Jaya di Bukit Lempuyang, Bhatara Mahadewa di Gunung Agung, Bhatara Tumuwuh di Batukaru, Bhatara Manik Umang ring Gunung Beratan, Bhatara Hyang Tugu di Gunung Andakasa.
Ida Bhatara Guru lalu mencoba menghalangi kepergian anaknya tersebut, karena Bali sangat jauh daritempat mereka, dan juga kalau ingin kesana harus menyeberangi lautan. Selain itu tempat tinggal saudara-saudara I Naga Basukih berjauhan, jadi Ida Bhatara Guru takut putranya akan mengalami kesulitan bertemu saudara-saudaranya.
Mendengar ayahnya berbicara demikian,I Naga Basukih mengira ayahnya merendahkan dan meremehkan kesaktian yang dimilikinya. Diapun berbalik meremehkan Bali dan meyakinkan ayahnya bahwa dia bisa mencapai Bali tanpa kesulitan. I Naga Basukih mengatakan Bali hanya sebesar telur, jadi dia tidak akan menemui kesulitan, dan bahkan bisa menelan jagat Bali. Sang ayahpun tidak bisa mengatakan apa-apa dan mengijinkan putranya pergi.
Lalu pergilah I Naga Basukih ke Bali, pertama-tama dia menuju Blangbangan. Setelah sampai di Blangbangan, saking inginnya dia melihat jagat Bali, I Naga Basukih menaiki salah satu Gunung lalu meninjau Bali dari atas gunung ttersebut. Karena dia melihat dari jauh, jagat Balipun terlihat sangat kecil. Di sana I Naga Basukih menggerutu, dikira ayahnya ingin membodohinya dan sekali lagi dia meremehkan jagat Bali. Perkataan Naga BAsukih tersebut didengar oleh Ida Bhatara Guru yang sakti layaknya angin yang bisa segera muncul dan menghilang.
Di sana Ida Bhatara Guru marah pada putranya dan member tantangan agar I Naga Basukih melahap ujung Gunung Sinunggal yang berada di Bali, jika dia berhasil maka Bhatara Guru akan mengakui kesaktian I Naga Basukih. I Naga Basukih pun tanpa pikir panjang menyanggupi tantangan tersebut, dia berfikir jangankan ujung gunung Sinunggal, jagat Balipun akan dilahapnya.
Setelah itu, I Naga Basukih dengan tergesa-gesa menuju Bali, lalu bagaikan burung yang akan menyambar anak ayam, I Naga Basukih dengan penuh semangat melahap Gunung Sinunggal, Baru sedikit ujung gunung Sinunggal yang berhasil dilahap , I Naga Basukih sudah kelelahan dan kehabisan tenaga. Seberapapun ia berusaha, tetap tidak bisa melahap ujung gunung Sinunggal. Disana Naga Basukih merasasangat malu, lalu memohon ampun pada sang Ayah karena telah meremehkan Jagat Bali. Setelah itu Naga Basukih berstana di Bali. Sejak saat itu di Bali  jarang terjadi gempa dan banjir maupun angin topan.
Nah, Gunung yang tinggi –tinggi di Bali . di percaya telah diturunkan oleh Ida Bhatara Guru.
2.2     Analisis Sarana Cerita
2.2.1  Judul
          Judul : I Naga Basukih. Sesuai dengan judulnya, tokoh utama dalam prosa ini adalah I Naga Basukih. I Naga Basukih terlibat dalam segala konflik dalam satua/prosa ini.
2.2.2  Sudut Pandang
          Sudut pandang : Pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga (third person) dengan menggunakan nama I Naga Basukih. Sesuai dengan pembagian sudut pandang yang dikemukakan oleh Stanton (1964: 26-27), pengarang menggunakan sudut pandang third person (orang ke tiga) yaitu ia sebagai pencerita terbatas : pengarang mengacu semua tokoh dalam bentuk orang ke tiga (ia atau mereka), tetapi hanya menceritakan apa yang dilihat didengar dan dipikirkan oleh seorang tokoh.
2.3     Analisis Fakta Cerita
2.3.1 Tokoh dan Penokohan
          I Naga Basukih : sombong dan angkuh (terlihat dari kelakuannya meremehkan jagat Bali dan selalu menyombongkan kesaktiannya)
Ida Bhatara Guru : bijaksana (menegur dan mencoba menyadarkan putrannya yang berbuat kesalahan).
Tidak ada tokoh tambahan dalam satua I Naga basukih, konflik dan peristiwa-peristiwa hanya berkaitan dengan keua tokoh sentral
2.3.2   Alur (plot)
          Alur dalam prosa tersebut bersifat lurus (kronologis) dengan peristiwa berpusat pada tokoh I Naga Basukih dan Ida Bhatara Guru dengan penahapan alurnya meliputi: Bagian awal yaitu eksposisi, bagian tengah yaotu konflik dan klimak dan pada bagian akhir yaitu denouement. Kronologis peristiwanya adalah sebagai berikut:
1.   Yang menandai eksposisi yaitu :
I Naga Basukih menghadap Ida Bhatara Guru dan menyampaikan keinginannya menuju jagat Bali
2.   Yang menandai munculnya konflik yaitu :
-          Ida Bhatara Guru melarang putrannya pergi dengan alasan jagat Bali jauh dan takut putrannya tersebut mengalami kesulitan
-          I Naga Basukih merasa kesaktiannya diragukan oleh ayahnya karena dilarang pergi ke Bali
-          I Naga Basukih bersikeras pergi ke Bali dan ayahnyapun tidak bisa melarang lagi
-          Setelah melihat Bali dari jauh , I Naga Basukih kembali meremehkan jagat Bali yang kemudian di dengar oleh Ida Bhatara Guru
3.      Yang menandai tahap klimaks yaitu
-          Ketidakmampuan I Naga Basukih memenuhi pemintaan ayahnya untuk melahap ujung Gunung Sinunggal
4.      Tahap deneouement ditandai dengan peristiwa
I Naga Basukih meminta maaf pada Ida Bhatara Guru atas kesombongannya meremehkan jagat Bali.  Dan I Naga Basukih berstana di Gunung Sinunggal
Oleh karena rangkaian peristiwa nya lurus dan kronologis, maka peristiwa
saat I Naga Basukih menghadap ayahnya dan menyampaikan keinginannya pergi ke Bali adalahpenyebab dari segala peristiwa. Jalinan peristiwanya bersifat kausalitas (sebab – akibat). Setelah I Naga Basukih menyampaikan keinginannya pergi ke Bali, Ida Bhatara Guru melarang. Akibatnya, I Naga Basukih merasa kesaktiannya diragukan oleh ayahnnya. Dari sanalah konflik dimulai, sampai akhirnya I Naga Basukih beberapa kali meremehkan Bali. Dan berakhir dengan ia mempermalukan dirinya sendiri di depan ayahnya.
2.3.3    Latar (setting)
Tempat :
1.       Di Gunung Semeru tempat berstananya Ida Bhatara Guru, dan tempat I Naga Basukih menghadap sang ayah.
2.      Di hutan , diceritakan saat I Naga Basukih menuju Blangbangan, dia melewati Hutan
3.      Blangbangan, tujuan pertama Naga Basukih dalam perjalanan ke Bali, dan tempat I Naga Basukih meninjau jagat Bali dari ujung Gunung
4.      Gunung Sinunggal di Bali, Gunung yang dilahap oleh I Naga Basukih, dan tempat tinggal I Naga Basukih hingga kini (konon)
Latar waktu :Latar waktu yang jelas disebutkan dalam cerita , hanya pada saat I Naga Basukih menghadap Ida Bhatara Guru, yaitu di pagi buta.
Latar sosial yaitu : Di pulau Bali yang percaya setiap Gunung ada yang menjaga

2.4      Analisis Tema
Tema : setelah di baca dan dipahami tema prosa I Naga Basukih yaitu “Pendidikan” , di mana prosaini menceritakan I Naga Basukih yang sombong, lalu sebagai ayah , Ida Bhatara Guru mencoba menyadarkan dan meluruskan kesalahan putra Beliau. Di sini menunjukkan seorang ayah yang ingin mendidik putrannya agar tidak menemukan masalah karena kesombongannya. Tema Pendidikan ini menyangkut tema moral (organic) yaitu hubungan harmonis antar tokoh. Di mana Naga Basukih selalu berbicara sopan pada sang ayah dan meminta maaf saat menyadari telah berbuat kesalahan, begitu juga dengan Ida Bhatara Guru, yang menunjukkan kasih sayang pada sang anak dengan mendidiknya dengan benar. Dan member ujian pada anakknya agar menyadari kesalahan yang diperbuat.
Analisis Amanat :
Sesuai dengan akhir cerita, yaitu tokoh I Naga Basukih yang berakhir dengan mempermalukan dirinya sendiri karena tidak menuruti nasihat Sang Ayah, meremehkan sesuatu dan berbuat menyombongkan diri, Jadi secara tersirat, pengarang berpesan agar pembaca tidak memiliki sifat seperti tokoh I Naga Basukih yaitu tidak sombong, melawan orang tua, dan meremehkan sesuatu.



2.5      Analisis Relasi antar Unsur
          Judul I Naga Basukih menandakan yang diceritakan dalam prosa ini adalah I Naga Basukih. I Naga BAsukih terlibat dalam semua peristiwa dalam cerita ini mulai dari eksposisi, konfliks, klimaks sampai dengan denoument. Cerita dimulai dari pertemuan ke dua tokoh sentral yaitu I Naga Basukih dengan Ida Bhatara Guru. Awalnya pertemuan tersebut bersifat formal dan datar , terlihat dari sang ayah dan putranya yang saling menyapa dengan sopan. Latar menunjukkan di pagi hari di Gunung Semeru tempat tinggal Ida Bhatara Guru. Cerita ini menggunakan Sudut Pandang orang ke tiga dengan tokoh I Naga Basukih dan Ida Bhatara Guru dengan pengarang sebagai pencerita terbatas. Peristiwa ini menujukkan tahap eksposisi
          Peristiwa selanjutnya yaitu mengacu pada konflik saat keinginan I Naga Basukih ditolak oleh ayahnya. I Naga Basukih yang menurut penokohan memiliki sifat sombong , tidak terima atas alas an yang diberi ayahnya untuk melarang dia ke bali. Peristiwa selanjutnya yang menunjukkan sebab akibat dan alur yang bersifat kronologis dan berurutan dari eksposisi, konfliks, klimaks sampai denoument. Perkembangan alur terjadi karena keterkaitan antar peristiwa yang satu dengan yang lainnya.  Perkembangan alur juga menyebabkan perpindahan pada latar tempat, yaitu pada peristiwa eksposisi latarnya di Gunung Sinunggal lalu berpindah ke Blangbangan dan akhir peristiwa yaitu di Gunung Sinunggal.
Penyelesaian cerita ini membuat pembaca bisa menafsirkan amanat yang tersirat, dan dari amanat inilah bisa ditentukan tema pendidikan. Dari setiap peristiwa semuanya melibatkan I Naga Basukih sebagai tokoh sentral dan sesuai dengan judul satua tersebut yaitu I Naga Basukih :





Tokoh Utama :
I Naga Basukih ,
Ida Bhatara Guru
Penokohan :
I Naga Basukih : sombong, angkuh
Ida Bhatara Guru :
bijaksana


Amanat : Jangan sombong
Tema : Pendidikan
Cara bercerita :
Orang ketiga
Suasana : formal,datar
Eksposisi :
I Naga Basukih menghadap ayahnya utk memohon ijin
Konflik : I naga basukih bersikeras ke Bali walaupun ayahnya melarang karena dia merasa diremehkan
Klimaks : I Naga Basukih merasa malu karena tidak bisa menuruti permintaan ayahnya
Denoument :
I Naga Basukih meminta maaf pada ayahnya, dan ia akhirnya menjaga gunung Sininggal
Latar : Gunung Sinunggal
Latar  : Gunung Sinunggal
Gunung Sinunggal yang berada di jagat Bali
Alur : Kronologis
Judul : I Naga Basukih
 





















PENUTUP
1.3         Simpulan
Dari pembahasan hasil penelitian,  analisis satua “I Cupak Teken I Grantang” dapat disimpulkan bahwa satua yang dianalisis diatas menggunakan konsep strukturalisme, yaitu menganalisis secara cermat unsur-unsur yang membangun cerita dan menjelaskan hubungan antar unsurnya. Adapun unsur-unsur membangun cerita tersebut adalah fakta cerita, tema, sarana cerita dan nilai moral.

DAFTAR RUJUKAN
Aisyah Iis Siti. 2013. Teori Sastra Struktualisme. Tersedia pada http://iissitiaisyahinfo.blogspot.com. Diakses pada tanggal 8 Pebruari 2014
Endraswara Suwardi. 2004. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: FBS Universitas Negeri Yogyakarta.
Kurniawan Heru. 2009. Sastra Anak Dalam Kajian Struktualisme, Sosiologi, Semiotika, Hingga Penulisan Kreatif. Graha Ilmu: Yogyakarta




LAMPIRAN CERITA
            Naga Basukih
            Ada kone tutur-tuturan satua, Ida Bhatara Guru. Ida Bhatara Guru totonan, malinggih ring Gunung Semeru, kairing olih putranidane mapesengan I Naga Basukih. Pesengan idane dogen suba ngarwanang, I Naga Basukih terang gati suba putran Ida Bhatara Guru totonan maukudan Naga, marupa lelipi gede pesan.
            Sedek dina anu, kandugi enu ruput pesan, I Naga Basukih tangkil ring ajine.Baan tumben buka semengane I Naga Basukih tangkil, dadi matakon Ida Bhatara Guru ring putrane, “Uduh nanak bagus, dadi tumben buka semengan I Nanak nangkilin Aji, men apa jenenga ada kabuatan I nanak ring Aji, nah lautan I nanak mabaos!”. Keto kone pataken Ida Bhatara Guru ring putrane I Naga Basukih. Ditu lantas I Naga Basukih matur ring ajine. “Nawegang Aji Agung titiang kadi isenge ring sameton titiange sane wenten ring jagat Bali, makadi Bhatara Geni Jaya sane malinggih kocap ring bukit Lempuyang, Bhatara Mahadewa kocapring Gunung Agung, Bhatara Tumuwuh ring Gunung Batukaru, Bhatara Manik Umangring Gunung Beratan, Bhatara Hyang Tugu di Gunung Andakasa, cutet ring sami sameton titiange sane wenten ring tanah Bali.Dening sampun lami pisan Aji, titian tan pisan naanin mapanggih sareng sameton, nika mawinan titian nunasang mangda sueca ugi maicanin titian lunga ka tanah Bali jaga ngrereh sameton titiange sami.
            Mare keto aturne I Naga Basukih, dadi gelis Ida Bhatara Guru ngandika, “Uduh nanak bagus , nah yan dadi baan Aji sampunang je I nanak lunga ka Bali buate lakar ngalih pasametonan I dewane. Nah apa lantas ngawinang dadi buka Aji mialang pa,argan I Nanak, mapan Gumi Baline totonan joh pesan uli dini. Buina, yan lakar I nanak ngalih gumi Baline, pajalane ngliwat pasih. Len teken totonan, buat tongos sameton-sameton I nanake malinggih doh-dohan , selat alas suket madurgama. Kaparna baan Aji, minab lakar sengka baan I nanak indike mamanggih sameton. Buina yan pada anake lunga, men nyen kone ajak Aji ngawaspadain utawi nureksain dini di Gunung Semeru.” Dadi keto kone pangandikan Ida Bhatara Guru, buka mialang pajalane I Naga Besukih unduke lakar luas ka tanah Bali.
            Baan isenge teken sameton, mimbuh baan dotne nawang gumi Bali, dadi buin ngawawanin I Naga Basukih matur ring Ida Bhatara Guru.”Nunas lunga Aji Agung, yening kenten antuk Aji mabaos, minab Aji ngandapang saha nandruhin kawisesan titiange. I wawu Aji mamaosang jagat Baline selat pasih raris mialang pajalan titiange ka Bali, beh elah antuk titian n gentap  pasihe wantah aclekidek. Raris malih Aji maosang genah sameton titiange di Bali madoh-dohan , maselat alas suket madurgama, amunapi se ageng gumi Baline punika Aji? Kantun elah antuk titian Aji. Yening Aji maicayang , punika Aji.” Dadi jeg keto kone aturne I Naga Basukih jeg nyampahang gumi Baline di ajeng Ida Bhatara Guru.
            Nah mapan keto kone aturne I Naga Basukih, men Ida Bhatara Gurujog kadi blengbengan kayunidane mirage atur putrane. Dados jog nyampahang gumi Baline, buin sadah elah kone baana nguluh mapan tuah amul taluhe geden gumi Baline. Ngandika Ida Bhatara teken I Naga Basukih. “Nanak Bagus Naga Basukih, Aji sing ja buin lakar mialang pajalan I Nanak ka jagat Bali, nah majalan I nanak apang melah!”
            Mara keto kone pangandikan Ajine, beh ngrigik kone I Naga Basukih, jog menggal-enggalan nunas mapamit ring Ida Bhatara Guru.  Nah jani madabdan kone I Naga Basukih buate luas ka Bali.Yan buat pajalane uli Gunung Semeru lakar ngojog Blangbangan. Di benengan majalane I Naga Basukih, asing tomploka jog pragat dekdek remuk. Telah punyan-punyane balbal sabilang ane kentasin baan I Naga Basukih. Sing baan geden lipine ngranaang. Biune telah patlangkeb kutun alase mara ningalin I Naga Basukih.
            Gelising satua tan ucap di jalan, jani suba kone neked di Blambangan pajalane I Naga Basukih. Mapan edote apang enggal ja ningalin gumi Baline, jani menek kone I Naga Basukih ka duur muncuk gununge. Uli muncuk gununge totonan lantas I Naga Basukih ninjo gumi Baline. Bes gegaen ningalin uli joh lantasan, terang suba cenik tingalina gumi Baline teken I Naga Basukih. Payu ngrengkeng I Naga Basukih, kene kone krengkengane I Naga Basukih. “Beh bes sanget bane I Aji melog-melog deweke, suba seken gumi Baline amul taluhe dadi mahange lakar keweh kone deweke ngalih sameton di gumi Bali. Dadi buka anake sing nyager I Aji teken kesaktian deweke.” Keto kone pakrengkengane I Naga Basukih. Dadi tusing pesan kone ia rungu wiadin ane pekrengkengange di ati totonan kapireng olih Ida Bhatara Guru. Ida anak mula maraga mawisesa , maraga sakti sakedap dini sakedap ditu, cara angin tuara ngenah. Dadi dugas I Naga Basukih ngrengkeng masambilan ninjo gumi Baline uli muncuk gununge Ida Bhatara suba ditu, sakewala sing tingalina teken I Naga Basukih. Ida mula uning ngenah ilang.
Men jani mapan aketo lantasan pakrengkengane I Naga Basukih, ditu lantas Ida Bhatara Guru jog nyeleg di sampingne I Naga Basukih tumuli ngandika.”Uduh nanak Naga Basukih, nganti suba pindo pireng Aji I Nanak nyampahang gumi Baline , I nanak ngorahang totonan tuah amul taluhe, Nah jani Aji kene teken I Nanak, yan saja gumi Baline tuah amul taluhe buka pamunyin I nanake  , nah entoada muncuk gunung ane ngenah uli dini. Yan buat gununge ento madan Gunung Sinunggal. Jani yan saja I nanak sakti tur pradnyan, Aji matakon teken I Dewa, Nyidaang ke I nanak nguluh gununge ento? Yan suba saja mrasidayang I Dewa nguluh, nah kala ento Aji ngugu teken kawisesan I Dewane.” Keto kone pangandikan Ida Bhatara Guru I Naga Basukih. Beh payu makejengan I Naga Basukih, krana tusing taen naen naen gati dadi jog nyeleg Ajine di sampingne. Dadi mapan aketo bebaos Ida Bhatara Guru, dadi matur I Naga Basukih. “Inggih Aji Agung, yan wantah Aji nitah mangda ngulih Gunung Sinunggale,malihe yan bantas amunika pakantenan jagat Baline, yening Aji maicayang jagat Baline jaga uluh titiang. “Keto kone aturne I Naga Basukih kaliwat bergah. Malih Ida Bhatara Guru ngandika, “Cening Naga Basukih, nah ene titah Ajine ane abedik malu laksanaang!”.
Jani madabdaban lantas I Naga Basukih lakar nguluh gunung Sinunggale ane ada di tanah Bali uli Gunung Blangbangane. Ditu lantas I Naga Basukih ngentegang saha nuptupang bayu. Beh ngencorong paningalan I Naga Basukih neeng Gunung Sinunggale, yan rasa-rasaang tulen ja buka kedis sikepe di benengan nyander pitike kagangsarane I Naga Basukih ngepet-ngepetang muncuk gununge.
Nah, jani disubane neked di Bali, buina suba kacaplok Gunung Sininggale, beh kaling ke lakar nguluh, ajin bantas mara muncukne dogen suba sing nyidaang I Naga Basukih ngepet-ngepetangmuncuk gununge. Mapan kagedean lelipi sadah sambilanga mesuang bayu, dadi embed Gunung Sinunggale ane paek bena kelodne. Yan raasaang, beh cara munyin kerug sasih kaulu munyin doodanne I Naga Baasukih amah kenyelne, masih tonden nyidaang nguluh Gunung Sinunggale.
Kacrita ne jani pelanan suba telah gading bayunne I Naga Basukih masih tonden nyidaang nguluh gununge. Undukne I Naga Basukih buka keto kaaksi olih Ida Bhatara Guru, mawinan di gelis Ida ngandika, “ Nanak Naga Basukih, men kenken nyidaang apa tuara I nanak nguluh gunung Sinunggale?.” Mareketo kone patakon Ida Bhatara Gurune, kaliwat kabilbilne madukan jengah kenehne I Naga Basukih. Sakewala buin telung keto ja ngaba jengah , lakar pragat tuara nyidaang  I Naga Basukih lakar nguluih Gunung Sinunggale. Kaling ke nguluh makejang, ajin nguluh muncukne dogen suba mandes. Dadi sambilanga masemu kabilbil matur I naga Basukih ring Ida Bhatara Guru. “Nawegang Aji Agung, kenak Aji ngampurayang indik titiange bregah saha ngandapang jagat Baline. Mangkin kenak Aji ngenenin upadarwa padewekan titiange baan ttiang bregah!” Keto kone aturane I Naga Basukih, jegan pragat tinut teken sapatitah Ida Bhatara Guru.
Nah sasukat I Naga Basukih nongosin Gunung Sinunggale , kapah ada linuh, kapah ada blabar, buina tusing pesan t5aen ada angin slaung sajeroning Bali. Nah, ada buka jani gununge tegeh-tegeh di Bali, ento kone mawiwit uli Gunung Mahameru ane katurunang di Bali olioh Ida Bhatara Guru.





















1 komentar:

  1. Harrah's Casino, Council Bluffs - MapyRO
    Harrah's Casino, 용인 출장안마 Council Bluffs, IA 60301. Find map, reviews, 당진 출장안마 and information 여주 출장샵 for 구미 출장샵 Harrah's Casino, 원주 출장마사지 Council Bluffs, including room rates,

    BalasHapus