BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kurikulum
sebagai sebuah rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis
dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum
di dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam
penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh
dan kuat.
Landasan pengembangan
kurikulum tidak hanya diperlukan bagi para penyusun kurikulum atau kurikulum
tertulis yang sering disebut juga sebagai kurikulum ideal, akan tetapi terutama
harus dipahami dan dijadikan dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum
yaitu para pengawas pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lain yang
terkait dengan tugas-tugas pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan
instrumen dalam melakukan pembinaan terhadap implementasi kurikulum di setiap
jenjang pendidikan. Penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan
secara sembarangan. Dibutuhkan berbagai landasan yang kuat agar mampu dijadikan
dasar pijakan dalam melakukan proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat
memfasilitasi tercapainya sasaran pendidikan dan pembelajaran secara lebih
efektif dan efisien.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Apa saja konsep-konsep kurikulum?
1.2.2
Apa saja prinsip dasar yang harus diketahui dalam
mengembangkan kurikulum?
1.2.3
Apa saja landasan pengembangan kurikulum itu sendiri?
1.2.4
Apa fungsi dan cara dalam mengembangkan suatu
kurikulum itu sendiri?
1.3
Tujuan
1.3.1
Agar dapat mengetahui konsep-konsep kurikulum.
1.3.2
Agar dapat mengetahui prinsip dasar dalam
mengembangkan kurikulum.
1.3.3
Agar dapat mengetahui lamdasan pengembangan kurikulum.
1.3.4
Agar dapat mengetahui fungsi dan cara dalam
mengembangkan kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum menuju
pembahasan pokok dalam makalah ini maka perlulah sekedar memberi bayangan perlu
kita ketahui tentang konsep-konsep kurikulum beserta prinsip dasar dalam
pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut :
2.1 Konsep Kurikulum
Adapun
tiga konsep kurikulum antara lain :
1.
Kurikulum
sebagai suatu substansi, yaitu suatu kurikulum, dipandang orang sebagai
suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid disekolah, atau sebagai suatu perangkat
tujuan yang ingin dicapai.
2.
Kurikulum
sebagai suatu sistem, yaitu Sistem kurikulum merupakan bagian dari
sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem mayarakat. Suatu
sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaiman cara
menyusun suatu kurikulum, melaksanakan dan mengevaluasi serta
menyempurnakannya.
3.
Kurikulum
sebagai suatu bidang studi, yaitu merupakan bidang kajian para ahli kurikulum
dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi
adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sitem kurikulum.
2.2 Prinsip Dasar Pengembangan Kurikulum
1.
Prinsip
relevansi, Kurikulum dan pengajaran harus disusun sesuai dengan tuntutan
kebutuhan dan kehidupan peserta didik.
3.
Prinsip
efisiensi, Berkaitan dengan perbandingan antara tenaga, waktu, dana, dan sarana
yang dipakai dengan hasil yang diperoleh.
4.
Prinsip
kontinuinitas, Kurikulum berbagai tingkat kelas dan jenjangpendidikan disusun secara
berkesinambungan.
5.
Prinsip
Fleksibilitas,disamping program yang berlaku untuk semua anak terdapat pula kesempatan bagi anak mengambil program-program pilihan.
6.
Prinsip
integritas, kurikulum hendaknya memperhatiakn hubungan antara berbagai program
pendidikan dalam rangka pembentukan kepribadian yang terpadu.
2.3 Landasan Pengembangan Kurikulum
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud, 1986) menjelaskan
bahwa Kurikulum adalah wahana belajar-mengajar yang dinamis sehingga perlu dinilai
dan dikembangkan secara terus-menerus dan berkelanjutan sesuai dengan
perkembangan yang ada dalam masyarakat.
Menurut
Bondi dan Walies (1998:87), pengembangan kurikulum yang terbaik adalah proses
yang memiliputi banyak hal yaitu:
1). Kemudahan-kemudahan suatu analisis tujuan;
1). Kemudahan-kemudahan suatu analisis tujuan;
2).
Rancangan suatu program;
3).
Penerapan serangkaian pengalaman yang berhubungan;
4).
Peralatan dalam evaluasi proses ini.
Suatu bangunan kurikulum memiliki
empat komponen yaitu komponen tujuan, isi/materi, proses pembelajaran, dan
komponen evaluasi, maka agar setiap komponen bisa menjalankan fungsinya secara
tepat dan bersinergi, maka perlu ditopang oleh sejumlah landasan yaitu landasan
filosofis sebagai landasan utama, masyarakat dan kebudayaan, individu (peserta
didik), teori-teori belajar (psikologis), kekuatan sosial masyarakat
(sosiologis) dan landasan lainnya.
2.3.1 Landasan Filosofis
Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum adalah hakikat realitas, ilmu
pengetahuan, sistem nilai, keindahan dan hakikat pikiran yang ada dalam
masyarakat. Secara logis dan realistis, landasan filosofis pengembangan
kurikulum dari suatu lembaga berbeda dengan lembaga yang lain. Namun, untuk
landasan filosofis pengembangan kurikulum di Indonesia yakni nilai dasar yang
merupakan falsafah dalam pendidikan manusia seutuhnya yakni Pancasila.
Landasan
filosofis sebagai landasan utama dalam pengembangan kurikulum ialah pentingnya
rumusan yang didapatkan dari hasil berpikir secara mendalam, analisis, logis,
sistematis dalam merencanakan, melaksanakan, membina dan mengembangkan
kurikulum baik dalam bentuk kurikulum sebagai rencana (tertulis), terlebih
kurikulum dalam bentuk pelaksanaan di sekolah. Landasan Filosofis terbagi atas
empat bagian antara lain :
2.3.1.1 Filsafat Pendidikan
Filsafat berupaya mengkaji
berbagai permasalahan yang dihadapai
manusia, termasuk masalah pendidikan. Pendidikan sebagai ilmu terapan,
tentu saja memerlukan ilmu-ilmu lain sebagai penunjang, di antaranya filsafat.
Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dan pemikiran-pemikiran
filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan. Menurut Redja
Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat
besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya dan pendidikan di
Indonesia pada khususnya, yaitu : filsafat idealisme, realisme dan filsafat
fragmatisme.
2.3.1.2 Filsafat dan Tujuan Pendidikan
Dari
beberapa telaah filsafat mencoba menelaah tentang tiga pokok persoalan, yaitu
hakikat benar-salah (logika), hakikat baik-buruk (etika), dan hakikat
indah-jelek (estetika). Oleh karena itu maka ketiga pandangan tersebut sangat
dibutuhkan dalam pendidikan. Terutama dalam menentukan arah dan tujuan
pendidikan. Artinya
ke mana pendidikan akan dibawa, terlebih dahulu harus ada kejelasan pandangan
hidup manusia atau tentang hidup dan eksistensinya.
Filsafat akan
menentukan arah kemana peserta didik akan dibawa, filsafat merupakan perangkat
nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan.
Oleh karena itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok
masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan sangat
mempengaruhi terhadap tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
Sebagai implikasi dari
nilai-nilai filsafat Pancasila yang dianut bangsa Indonesia, dicerminkan dalam
rumusan tujuan pendidikan nasional seperti terdapat dalam UU No.20 Tahun 2003,
yaitu : Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadimanusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta
bertanggung jawab (Pasal 2 dan 3). Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional
tersebut, tersurat dan tersirat nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan
Pancasila.
Melalui rumusan tujuan pendidikan
nasional di atas, sudah jelas tergambar bahwa peserta didikyang ingin
dihasilkan oleh sistem pendidikan kita antara lain adalah untuk melahirkan
manusia yang beriman, bertaqwa, berilmu dan beramal dalam kondisi yang serasi,
selaras dan seimbang. Di sinilah
pentingnya filsafat sebagai pandangan hidup manusia dalam hubunganya dengan
pendidikan dan pembelajaran.
2.3.1.3 Manfaat
Filsafat Pendidikan
Filsafat
pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat
untuk memecahkan permasalahn pendidikan. Dengan demikian tentu saja bahwa
filsafat memiliki manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam
memberikan kajian sistematis berkenaan dengan kepentingan pendidikan. Menurut
Nasution (1982) mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:
1) Filsafat
pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui
pendidikan di sekolah? Sekolah adalah suatu lembaga yang didirikan untuk
mendidik anak-anak ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa dan
negara.
2)
Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita
mendapat hambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
3)
Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha
pendidikan.
4) Tujuan pendidikan memungkinkan si penduduk
menilai usahanya, hingga manakah tujuan itu tercapai.
5)
Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan
pendidikan.
2.3.1.4 Kurikulum dan Filsafat Pendidikan
Kurikulum pada
hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan, karena tujuan
pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa,
maka tentu saja kurikulum yang dikembangkan juga akan mencerminkan
falsafah/pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut oleh karena itu
terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan di suatu negara
dengan filsafat negara yang dianutnya. Sebagai contoh,
Indonesia pada masa penjajahan Belanda, kurikulum yang dianut pada masa itu
sangat berorientasi pada kepentingan politik Belanda. Demikian pula pada saat
negara kita dijajah Jepang, maka orientasi kurikulum berpindah yaitu
disesuaikan dengan kepentingan dan sistem nilai yang dianut oleh negara
Matahari Terbit itu. Setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya, dan secara
bulat dan utuh menggunakan pancasila sebagai dasar dan falsafah dalam berbangsa
dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun disesuaikan dengan nilai-nilai
pancasila itu sendiri.
Pengembangan
kurikulum walaupun pada tahap awal sangat dipengaruhi oleh filsafat dan
ideologi negara, namun tidak berarti bahwa kurikulum bersifat statis, melainkan
senantiasa memerluka pengembangan, pembaharuan dan penyempurnaan disesuaikan
dengan kebutuhan dan tuntutan dan perkembangan zaman yang senantiasa cepat
berubah.
2.4.1 Landasan Psikologis
Penerapan landasan
psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya pendidikan yang
dilakukan dapat menyesuaikan dari segi materi atau bahan yang harus
disampaikan, penyesuaian dari segi proses penyampaian atau pembelajarannya, dan
penyesuaian dari unsur-unsur upaya pendidikan lainnya.
Landasan Psikologis
dibagi atas dua bagian yaitu :
2.4.1.1 Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum
Anak
sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan-keunikan, seperti pernyataan
dirinya dalam bentuk tangisan atau gerakan-gerakan tertentu. Hal ini memberikan
gambaran bahwa sebenarnya sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk
berkembang. Bagi aliran yang sangat percaya dengan kondisi tersebut sering
menganggap anak sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil. J.J.Rousseau,
seorang ahli pendidikan bangsa Perancis, termasuk yang fanatik berpandangan
seperti itu. Dewasa dalam bentuk kecil mengandung makna bahwa anak itu belum
sepenuhya memiliki potensi yang diperlukan bagi penyesuaian diri terhadap
lingkungannya, ia masih memerlukan bantuan untuk berkembang ke arah kedewasaan
yang sempurna Rousseau memberi tekanan kepada kebebasan berkembang secara mulus
menjadi orang dewasa yang diharapkan.
Pendapat
lain mengatakan bahwa perkembangan anak itu adalah hasil dari pengaruh
lingkungan. Anak dianggap sebagai kertas putih, di mana orang-orang di
sekelilingnya dapat bebas menulis kertas tersebut. Pandangan ini bertentangan
dengan pandangan di atas, di mana justru aspek-aspek di luar anak/lingkungannya
lebih banyak mempengaruhi perkembangan anak menjadi individu yang dewasa.
Pandangan ini sering disebut teori Tabularasa dengan tokohnya yaitu John
Locke.
Selain
kedua pandangan tersebut, terdapat pandangan yang menyebutkan bahwa
perkembangan anak itu merupakan hasil perpaduan antara pembawaan dan
lingkungan. Aliran ini mengakui akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak
lahir, namun potensi ini akan berkembang menjadi baik dan sempurna berkat
pengaruh lingkungan. Aliran ini disebut aliran konvergensi dengan tokohnya
yaitu William Stern. Pandangan yang terakhir ini dikembangkan lagi oleh Havighurst
dengan teorinya tentang tugas-tugas perkembangan (developmental tasks).
Tugas-tugas perkembangan yang dimaksud adalah tugas yang secara nyata harus
dipenuhi oleh setiap anak/individu sesuai dengan taraf/tingkat perkembangan
yang dituntut oleh lingkungannya. Apabila tugas-tugas itu tidak terpenuhi, maka pada taraf
perkembangan berikutnya anak/individu tersebut akan mengalami masalah.
Melalui tugas-tugas
ini, anak akan berkembang dengan baik dan beroperasi secara kumulatif dari yang
sederhana menuju ke arah yang lebih kompleks. Namun
demikian, objek penelitian yang dilakukan oleh Havighurst adalah anak-anak
Amerika, jadi kebenarannya masih perlu diteliti dan dikaji dengan cermat
disesuaikan dengan anak-anak Indonesia yang memiliki kondisi lingkungan yang
berbeda. Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh
terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi
tersendiri, memiliki perbedaan disamping persamaannya. Implikasi dari hal
tersebut terhadap pengembangan kurikulum yaitu :
1)
Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan
kebutuhannya.
2) Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya
umum (program inti) yang wajib dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan
pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
3)
Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga
menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi
anak yang berbakat di bidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi
ke jenjang pendidikan berikutnya.
4)
Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan
keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
Implikasi lain dari
pengetahuan tentang anak terhadap proses pembelajaran (actual curriculum)
dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara
operasional selalu berpusat kepada perubahan tingkah laku peserta didik.
2) Bahan/materi yang diberikan harus sesuai
dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh
anak.
3) Strategi belajar mengajar yang digunakan harus
sesuai dengan taraf perkembangan anak.
4) Media yang dipakai senantiasa dapat menarik
perhatian dan minat anak.
5)
Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyekuruh dan
berkesinambungan dari satu tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara
terus menerus.
2.4.1.2 Psikologi Belajar dan Kurikulum
Psikologi
belajar merupakan suatu cabang bagaimana individu belajar. Belajar bisa
diartikan sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Segala
perubahan perilaku baik yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan
terjadi karena prosespengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar.
Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi secara insting atau terjadi karena
kematangan, atau perilaku yang terjadi secara kebetulan, tidak termasuk
belajar. Mengetahui tentang psikologi/teori belajar merupakan bekal bagi para
guru dalam tugas pokoknya yaitu pembelajaran anak.
Psikologi atau teori
belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga rumpun,
yaitu : Teori Disiplin Mental atau Teori Daya (Faculty Theory), Behaviorisme,
dan Organismik atau kognitif Gestalt Field.
1)
Menurut Teori Daya (Disiplin Mental)
Menurut
teori ini, sejak kelahirannya anak/individu telah memiliki otensi-potensi atau
daya-daya tertentu (faculties) yang masing-masing memiliki fungsi
tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berfikir, daya mencurahkan
pendapat, daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan daya-daya lainnya.
Daya-daya tersebut dapat dilatih agar dapat berfungsi dengan baik. Daya-daya yang telah
terlatih dapat dipindahkan dalam pembentukan daya-daya lain. Pemindahan (transfer)
ini mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian
mengajar menurut teori ini adalah melatih peserta didik dalam daya-daya itu,
cara mempelajarinya pada umumnya melalui hapalan dan latihan.
2)
Teori Behaviorisme
Rumpun
teori ini mencakup tiga teori, yaitu koneksionisme atau teori asosiasi, teori
kondisioning, dan teori reinforcement (operant conditioning).
Behaviorisme berangkat dari asumsi bahwa individu tidak membawa potensi sejak
lahir. Perkembangan individu ditentukan oleh lingkungan (keluarga, sekolah,
masyarakat). Teori ini tidak mengakui sesuatu yang sifatnya mental,
perkembangan anak menyangkut hal-hal nyata yang dapat dilihat dan diamati.
Teori Asosiasi adalah teori yang awal dari rumpun Behaviorisme. Menurut teori
ini kehidupan tunduk kepada hokum stimulus-respon atau aksi-reaksi. Belajar
merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respon sebanyak-banyaknya.
3)
Teori Organismik (Gestalt)
Teori
ini mengacu pada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna daripada
bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap
sebagai makhluk organism yang melakukan hubungan timbale balik dengan
lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon.
Menurut teori ini, Stimulus yang hadir itu diseleksi menurut tujuannya,
kemudian individu melakukan interaksi dengannya dan seterusnya terjadi
perbuatan belajar. Disini peran guru adalah sebagai pembimbing bukan penyampai
pengetahuan, siswa berperan sebagai pengelola bahan pelajaran.
Belajar menurut teori
ini bukanlah menghapal akan tetapi memecahkan masalah, dan metoda belajar yang
dipakai adalah metoda ilmiah dengan cara anak dihadapkan pada berbagai
permasalahan, merumuskan hipotesis atau praduga, mengumpulkan data yang
diperlukan untuk memecahkan masalah, menguji hipotesis yang telah dirumuskan,
dan pada akhirnya para siswa dibimbing untuk menarik kesimpulan-kesimpulan.
Teori ini banyak mempengaruhi praktek pengajaran di sekolah karena memiliki
prinsip sebagai berikut :
1.
Belajar berdasarkan keseluruhan
2.
Belajar adalah pembentukan kepribadian
3.
Belajar berkat pemahaman
4.
Belajar berdasarkan Pengalaman
5.
Belajar adalah suatu proses perkembangan
6.
Belajar adalah proses berkelanjutan
2.5.1 Landasan Sosiologis
Landasan
sosiologis menyangkut kekuatan-kekuatan sosial di masyarakat. Kekuatan-kekuatan
itu berkembang dan selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Kekuatan itu dapat berupa kekuatan yang nyata maupun yang potensial, yang berpengaruh
dalam perkembangan kebudayaan seirama dengan dinamika masyarakat. Landasan sosiologis meliputi
:
2.5.1.1 Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum
Faktor kebudayaan
merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan
:
1) Individu lahir tak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan,
cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan lain sebagainya.
2)
Kurikulum dalam suatu masyarakat pada dasarnya merupakan refleksi dari cara
orang berpikir, berasa, bercita-cita, atau kebiasaan-kebiasaan.
3)
Seluruh nilai yang telah disepakati masyarakat dapat pula disebut kebudayaan.
Kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, karsa manusia yang diwujudkan dalam
tiga gejala, yaitu:
1.
Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan
lain-lain.
2.
Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam
bermasyarakat.
3.
Benda hasil karya manusia.
2.5.1.2 Masyarakat dan Kurikulum
Mayarakat
adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan mereka sendiri ke dalam
kelompok-kelompok berbeda. Kebudayaan hendaknya dibedakan dengan istilah
masyarakat yang mempunyai arti suatu kelompok individu yang terorganisir yang
berpikir tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau
masyarakat lainnya. Tiap masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri,
dengan demikian yang membedakan masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya
adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai implikasi bahwa apa yang menjadi keyakinan
pemikiran seseorang, reaksi terhadap perangsang sangat tergantung kepada kebudayaan
di mana ia dibesarkan.
Perubahan
sosial budaya dalam suatu masyarakat akan mengubah pula kebutuhan masyarakat.
Kebutuhan masyarakat juga dipenuhi oleh kondisi dari masyarakat itu sendiri.
Adanya perbedaan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya sebagian besar
disebabkan oleh kualitas individu-individu yang menjadi anggota masyarakat
tersebut. Di sisi lain kebutuhan masyarakat pada umumnya juga berpengaruh
terhadap individu-individu sebagai sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu,
pengembangan kurikulum yang hanya berdasarkan pada keterampilan dasar saja
tidak akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat modern yang bersifat teknologis
dan mengglobal.
Pengembangan
kurikulum juga harus ditekankan pada pengembangan individu yang mencakup
keterkaitannya dengan lingkungan sosial setempat. Lingkungan sosial budaya
merupakan sumber daya yang mencakup kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan uraian di atas, sangatlah penting memperhatikan faktor kebutuhan
masyarakat dalam pengembangan kurikulum. Perkembangan masyarakat menuntut
tersedianya proses pendidikan yang relevan. Untuk terciptanya proses pendidikan
yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangan berupa
kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan faktor perkembangan
masyarakat.
2.6.1 Landasan
Lain
2.6.1.1 Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK)
Pendidikan
merupakan usaha menyiapkan subjek didik (siswa) menghadapi lingkungan hidup
yang mengalami perubahan yang semakin pesat. Pendidikan adalah usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau
latihan bagi perannya di masa yang akan datang. Teknologi adalah aplikasi dari
ilmu pengetahuan ilmiah dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan masalah-masalah
praktis. Ilmu dan teknologi tak dapat dipisahkan. Ilmu pengetahuan dan
teknologi berkembang teramat pesat seiring lajunya perkembangan masyarakat.
Untuk
mencapai tujuan dan kemampuan- kemampuan tersebut, maka ada hal-hal yang
dijadikan sebagai dasar, yakni:
1) Pembangunan IPTEK harus berada dalam
keseimbangan yang dinamis dan efektif dengan pembinaan sumber daya manusia,
pengembangan sarana dan prasarana iptek, pelaksanaan dan penelitian dan
pengembangan serta rekayasa dan produksi barang dan jasa.
2) Pembangunan IPTEK tertuju pada
peningkatan kualitas, yakni untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan dan
kehidupan bangsa.
3) Pembangunan IPTEK
harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai agama, nilai luhur budaya bangsa,
kondisi sosial budaya, dan lingkungan hidup.
4) Pembangunan IPTEK harus berpijak
pada upaya peningkatan produktivitas, efesiensi dan efektivitas penelitian dan
pengembangan yang lebih tinggi.
5) Pembangunan IPTEK berdasarkan
pada asas pemanfaatannya yang memberikan nilai tambah dan memberikan pemecahan
masalah konkret dalam pembangunan.
Penguasaan,
pemanfaatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan oleh
berbagai pihak, yakni:
1) Pemerintah, yang mengembangkan dan
memanfaatkan IPTEK untuk menunjang pembangunan dalam segala bidang.
2) Masyarakat, yang memanfaatkan IPTEK itu
pengembangan masyarakat dan mengembangakannya secara swadaya.
3)
Akademisi terutama di lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan IPTEK untuk
disumbangkan kepada pembangunan.
4)
Pengusaha, untuk meningkatkan produktivitas
Mengingat pendidikan
merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat
yang semakin pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan dan
teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
2.6.1.2 Landasan Historis
Landasan
Historis berkaitan dengan formulasi program-program sekolah pada waktu lampau
yang masih hidup sampai sekarang, atau yang pengaruhnya masih besar pada
kurikulum saat ini (Johnson, 1968). Oleh karena kurikulum selalu perlu
disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan dan perkembangan zaman, maka
perkembangan kurikulum pada suatu saat tertentu diadakan untuk memenuhi
tuntutan dan perkembangan pada waktu tertentu.
Kurikulum
yang dikembangkan pada saat ini, perlu mempertimbangkan apa yang telah
dilakukan dan apa yang telah kita capai melalui kurikulum sebelumnya. Begitu
pula selanjutnya, kita perlu mempertimbangkan kurikulum yang yang ada sekarang
waktu mengembangkan kurikulum di masa depan, karena apa yang telah kita lakukan
sekarang akan berpengaruh terhadap kurikulum yang akan dikembangkan di masa
depan.
2.6.1.3 Landasan Yuridis
Kurikulum
pada dasaranya adalah produk yuridis yang ditetapkan melalui keputusan menteri
Pendidikan Nasional RI. Sebagai pengejawantahan dari kebijakan pendidikan yang
ditetapkan oleh lembaga legislatif yang mestinya mendasarkan pada
konstitusi/UUD. Dengan demikian landasan yuridis pengembangan kurikulum di NKRI
ini adalah UUD 1945 (pembukaan alinia IV dan pasal 31), peraturan-peraturan
perundangan seperti: UU tentang pendidikan (UU No.20 Tahun 2003), UU Otonomi
Daerah, Surat Keputusan dari Menteri Pendidikan, Surat Keputusan dari Dirjen
Dikti, peraturan-peraturan daerah dan sebagainya.
2.4 Fungsi dan Cara dalam Pengembangan
Kurikulum
Fungsi kurikulum ialah sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu kurikulum
berfungsi sebagai:
1.
Preventif
yaitu agar guru terhindar dari melakukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan apa yang ditetapkan kurikulum.
2.
Korektif
yaitu sebagai rambu-rambu yang menjadi pedoman dalam membetulkan pelaksanaan
pendidikan yang menyimpang dari yang telah digariskan dalam kurikulum.
3.
Konstruktif
yaitu memberikan arah yang benar bagi pelaksanaan dan mengembangkan
pelaksanaannya asalkan arah pngembangannya mengacu pada kurikulum yang berlaku.
Agar
usaha perbaikan kurikulum dsekolah dapat berhasil baik, hendaknya diperhatikan
langkah-langkah pengembangan kurikulum berikut :
1.
Adakan penilaian umum tentang sekolah, dalam
hal apa sekolah itu lebih baik atau lebih rendah mutunya daripada sekolah lain,
adanya diskrepansi antara keyataan dengan apa yang diharapkan bebagai pihak, sumber-sumber
yang tersedia.
2.
Selidiki berbagai kebutuhan, anatara lai
kebutuhan siswa,
kebutuhan guru, dan
kebutuhan akan perubahan dan perbaikan.
3.
Mengidentifikasi masalah serta
merumuskannya, yang timbul berdasarkan studi tentang berbagai kebutuhan yang
tersebut diatas lalu memilih salah satu yang dianggap paling mendesak.
4.
Mengajukan saran perbaikan, sebaiknya Dalam
bentuk tertulis, yang dapat didiskusikan bersama, apakah sesuai dengan tuntunan
kurikulum yang berlaku, menilai maknanya bagi perbaikan sekolah dan menjelaskan
makna dan implikasinya.
5.
Menyiapkan desain perencanaanya yang mencakup
tujuan, cara mengevaluasi, menentukan bahan pelajaran, metode
penyampaianya, percobaan, penilaian, balikan, perbaikan, pelaksanan dan
seterusnya.
6.
Memilih anggota panitiaan, sedapat mungkin
sesuai dengan kompetensi masing-masing.
7.
Mengawasi pekerjaan panitia, biasanya oleh
kepala sekolah
8.
Melaksanakan hasil panitia oleh guru dalam kelas. Oleh
sebab pekerjaan ini tidak mudah, kepala sekolah hendaknya senantiasa menyatakan
penghargaannya atas pekerjaan semua yang terlibat dalam usaha perbaikan ini.
9.
Menerapkan cara-cara evaluasi, apakah yang
direncanakan itu da direalisasikan. Apa yang indah diatas kertas, belum tentu
dapat diwujudkan.
10. Memantapkan
perbaikan, bila ternyata usaha itu berhasil baik dan dijadikan pedoman
selanjutnya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dalam
suatu penyusunan Kurikulum tidak bisa
dilakukan tanpa menggunakan landasan pengembangan kurikulum itu sendiri, dan
dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum sangat dibutuhkan landasan yang
kuat dan kokoh untuk dapat dijadikan pijakan dalam melakukan proses pendidikan
sehingga suatu pendidikan dapat berjalan secara efesien dan sesuai dengan
tujuan pendidikan seperti yang terdapat pada UU No.20 tahun 2003.
Landasan Kurikulum terbagi atas 4 bagian antara
lain :
1. Landasan
Filosofis
2. Landasan
Psikologis
3. Landasan
Sosiologis dan,
4. Landasan
Lain
Adapun cara atau langkah yang perlu dilakukan dalam mengembangkan kurikulum
itu sendiri diantaranya, mengadakan penilaian umum tentang sekolah,
menyelididki berbagai kebutuhan, Mengidentifikasi masalah serta
merumuskannya, Mengajukan saran perbaikan, Menyiapkan desai perencanaanya yang
mencakup tujuan,
Memeilih anggota panitaia, sedapat mungkin sesuai dengan kompetensi
masing-masing, mengawasi pekerjaan panitia, melaksanakan hasil panitia oleh guru dalam kelas,
menerapkan cara-cara evaluasi, memantapkan perbaikan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.sarjanaku.com/2012/01/dasar-dasar-pengembangan-kurikulum.html
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar