PENDAHULUAN
Pada
dasarnya tuntutan pendidikan sudah banyak yang berubah. Pendidik perlu menyusun
dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana anak dapat aktif membangun
pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan kontruktivisme yaitu keberhasilan
belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi
juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melibatkan pembentukan “makna” oleh
siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat,dan dengar.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Dalam pembelajaran, guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang
diajarkannya dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang
kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh
guru.
Dengan adanya perencanaan pengajaran
tersebut, diharapkan dapat terjadi keberhasilan atau kesuksesan dalam belajar
mengajar. Oleh karena itu, akan dibahas masalah mengenai keberhasilan tersebut
dengan sistematika berupa Indikator keberhasilan, penilaian keberhasilan,
tingkat keberhasilan, program perbaikan dan factor-faktor yang mendorong
terjadinya keberhasilan dalam proses belajar mengajar.
BAB II
KEBERHASILAN
BELAJAR MENGAJAR
2.1
Pengertian Keberhasilan
Untuk menyatakan bahwa suatu proses
belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan
masing-masing sejalan dengan filsafatnya. Namun, untuk menyamankan persepsi
sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini yang telah disempurnakan, antara lain bahwa “ Suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan
pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan intruksional khusus (TIK)-nya
dapat tercapai.
Untuk mengetahui tercapai tidaknya TIK, guru perlu mengadakan tes formatif
setiap selesai menyajikan satu bahasan kepada siswa. Penilaian formatif ini
untuk mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai tujuan intruksional khusus
(TIK) yang ingin dicapai. Fungsi penilaian ini adalah untuk memberikan umpan
balik kepada guru dalam rangka memperbaiki proses bwlajar mengajar dan
melaksanakan program remidial bagi siswa yang belum berhasil.
Karena itulah, suatu proses belajjar mengajar tentang suatu bahan
pengajaran dinyatakan berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan intruksional
khusus dari bahan tersebut.
2.2
Indikator Keberhasilan
Yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar dianggap
berhasil adalah hal-hal sebagai berikut :
1.
Daya serap terhadap
bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara
individual maupun kelompok.
2.
Perilaku yang
digariskan dalam tujuan pengajaran/intruksional khusus (TIK) telah dicapai oleh
siswa, baik secara individual maupun kelompok.
Namun demikian, indikator yang banyak dipakai sebagai tolak ukur
keberhasilan adalah daya serap.
2.3
Penilaian Keberhasilan
Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar tersebut
dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang
lingkupnya, tes prestasi belajar dapat digolongkan ke dalam jenis penilaian
sebagai berikut :
2.3.1
Tes Formatif
Penilaian ini digunakan untuk mengurkur satu atau beberapa
pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya
serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk
memperbaiki proses belajar mengajar bahan tertentu dalam waktu tertentu.
2.3.2
Tes Subsumatif
Tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yag telah
diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya
serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar siswa. Hasil tes
subsumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan
diperhitungkan dalam menentukan nilai rapor.
2.3.3
Tes Sumatif
Tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap
bahan pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau
dua tahun pengajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau taraf
keberhasilan belajar siswa dalam suatu periode belajar tertentu. Hasil dari tes
sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat (ranking) atau sebagai ukuran mutu
sekolah.
Dalam praktik penilian di sekolah, ulangan yang lazim
dilaksanakan itu dianggap sebagai tes subsumatif, sebab ruang lingkup dan
tujuan ulangan tersebut sama dengan tes subsumatif. Bahkan dibeberapa sekolah
ada tes formatif. Namun demikian, hasiltes ataupun ulangan tersebut pada
dasarnya bertujuan memberikan gambaran tentang keberhasilan proses belajar mengajar.
Keberhasilan itu dilihat dari segi keberhasilan proses dan keberhasilan produk.
2.4
Tingkat Keberhasilan
Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar. Masalah
yang dihadapi adalah sampai ditigkat mana prestasi (hasil) belajar yang telah
dicapai. Sehubungan dengan hal inilah keberhasilan proses mengajar itu dibagi
atas beberapa tingkatan atau taraf. Tingkatan keberhasilan tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Istimewa/maksimal :
Apabila seluruh bahan pengajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.
2. Baik
sekali/optimal : Apabila sebagian besar (76% sampai dengan 99%) bahan pelajaran yang diajarkan dapar
dikuasai oleh siswa.
3. Baik/minimal : Apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% sampai
dengan 75% saja dikuasai oleh siswa.
4. Kurang : Apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60%
dikuasai oleh siswa.
Dengan melihat data yang terdapat dalam format daya serap
siswa dalam pelajaran dan persentase kenerhasila siswa dalam mencapai TIK
tersebut, dapatlah diketahui keberhasilan proses belajar mengajar yang telah
dilakukan siswa dan guru.
2.5
Program Perbaikan
Taraf atau tingkatan keberhasilan proses belajar mengajar dapat
dimanfaatkan untuk berbagai upaya. Salah satunya adalah sehubungan dengan
kelangsungan proses belajar mengajar itu sendiri antara lain adalah : Apakah
proses belajar mengajar berikut pokok bahasan baru, mengulang seluruh pokok bahasan
yang baru saja diajarkan, atau megulang sebagian pokok bahasan yang baru saja
dijarkan, atau bagaimana?
Jawaban terhadap pertanyaan tersebut hendaknya didasarkan pada taraf atau
tingkat keberhasilan proses belajar mengajar yang baru saja dilaksanakan.
1.
Apabila 75% dari jumlah siswa yang mengikuti
proses belajar mengajar atau mencapai taraf keberhasilan minimal, optimal atau bahkan
maksimal, maka proses belajar mengajar berikutnya dapat membahas pokok bahasan
yang baru.
2.
Apabila 75% atau lebih
dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar mencapai araf
keberhasilan kurang (di bawah taraf minimal), maka proses belajar mengajar
berikutnya hendaknya bersifat perbaikan (remedial).
Pengukuran tentang taraf atau
tingkatan keberhasilan proses belajar mengajar ini ternyata berperan penting.
Karena itu, pengukurannya harus betul-betul syahih (valid), andal (reliabel)
dan lugas (objective). Hal ini
mengkin tercapai bila alat ukurannya disususn berdasarkan kaidah, aturan, hukum
atau ketentuan penyusunan butir tes.
Pengajaran perbaikan biasanya
mengandung kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a.
Mengulang pokok bahasan
seluruhnya.
b.
Mengulang bagian dari
pokok bahasan yang hendak dikuasai.
c.
Memecahkan masalah atau
menyelesaikan soal-soal bersama-sama.
d.
Memberikan tugas-tugas
khusus.
2.6
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Keberhasilan
Jika
ada guru yang mengatakan bahwa dia tidak ingin berhasil dalam mengajar, adalah
ungkapan seorang guru yang sudah putus asa dan jauh dari kepribadian seorang
guru. Mustahil setiap guru tidak ingin berhasil dalam mengajar. Apalagi jika
guru itu hadir ke dalam dunia pendidikan berdasarkan tuntutan hati nurani. Panggilan
jiwanya pasti merintih atas kegagalan mendidik dan membina anak didiknya.
Betapa
tingginya nilai suatu keberhasilan, sampai-sampai seorang guru berusaha sekuat
tenaga dan pikiran mempersiapkan program pengajarannya dengan baik dan
sistematik. Namun terkadang keberhasilan yang dicita-citakan, tetapi kegagalan
yang ditemui, disebabkan oleh berbagai faktor sebagai penghambatannya.
Sebaliknya, jika keberhasilan itu menjadi kenyataan, maka berbagai faktor itu
juga sebagai pendukungnya. Berbagai faktor dimaksud adalah tujuan, guru, anak
didik, kegiatan pengajaran, alat evaluasi, bahan evaluasi, bahan evaluasi, dan
suasana evaluasi. Berbagai faktor tersebut akan dijelaskan satu persatu sebagai
berikut:
2.6.1
Tujuan
Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai
sasaran yang akan dicapai dalam kagiatan balajar mengajar. Kepastian dari
perjalanan proses belajar mengajarberpangkal tolak dari jelas tidaknya
perumusan tujuan pengajaran. Terciptanya tujuan sama halnya keberhasilan
pengajaran.
Sedikit
banyaknya perumusan tujuan akan mempengaruhi kegiatan pengajaran yang dilakukan
oleh guru, dan secara langsung guru mempengaruhi kegiatan belajar anak didik.
Guru dengan sengaja menciptakan lingkungan belajar guna mencapai tujuan. Jika
kegiatan belajar belajar anak didik dan kegiatan mengajar guru bertentangan,
dengan sendirinya tujuan pengajaran pun gagal untuk di capai.
Karena
sebagi pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam setiap kali
kegiatan belajar mengajar, maka guru selalu diwajibkan merumuskan tujuan pembelajarannya.
Guru hanya merumuskan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK), karena Tujuan
Pebelajaran Umum (TPU) sudah tersedia di dalam GBPP. Inilah langkah pertama
yang harus guru lakukan dalam menyusn rencana pengajaran. Tujuan pembelajaran
kusus ini harus di rumuskan secara operasional dengan memenuhi syarat-syarat
tertentu, yaitu:
a.
Secara spesifikasi menyatakan perilaku yang akan dicapai.
b.
Membatasi dalam keadaan mana perubahan perilaku diharapkan
dapat terjadi (kondisi perubahan perilaku).
c.
Secara spesifikasi menyatakan criteria perubahan perilaku
dalam arti menggambarkan standar minimal perilaku yang dapat diterima sebagai
hasil yang dicapai.
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) adalah wakil dari Tujuan
Pembelajaran Umum (TPU). Maka perbuatan TPK harus berpedoma pada TPU. Agar TPK
dapat mewakili terhadap TPU perlu dipikirkan beberapa petunjuk (indikator) satu
TPU. Indikator suatu TPU itu banyak, namun dalam hal ini hendaknya yang di
pilih yang betul-betul penting sehingga dapat mewakili (representatif) TPU.
Berdasarkan indikator terpilih tersebut itulah di rumuskan TPK. Lebih jelas
lihat dan perhatikan bagan di bawah 111.
Berdasarkan pada
indikator terpilih tersebut di atas itulah dapat dirumuskan sejumlah TPK tdari
TPU yang bersangkutan.
Contoh rumusan
TPK berdasarkan cirri-ciri dan indikator terpilih tersebut adalah: “dengan
menggunakan peta siswa dapat menunjukan tiga daerah objek wisata di Kalimantan
Selatan dengan tepat dan benar.”
Bila TPK
tersebut dianalisis, dapatlah diketahui unsure-unsur berikut:
1.
Audience :
Siswa
2.
Behhavior : Dapat menunjukan
tiga daerah objek wisata di Kalimantan
Selatan.
3.
Condition :
Dengan mengunakan peta.
4.
Degree : Dengan tepat
dan benar.
Perumusan
TPK yang bermacam-macam akan menghasilkan hasil belajar atau perubahan perilaku
anak yang bermacam macam pula. Itu berarti keberhasilan proses belajar mengajar
bervariasi juga. Perilaku yang mana hendak dihasilkan, menghendaki perumusan
TPK yang sesuai dengan perilaku yang hendak di hasilkan. Bila perilaku yang
guru hendak adalah agar anak dapat membaca, maka perumusan TPKnya harus
mendukung tercapainya keterampilan membaca yang diinginkan itu. Bila perilaku
yang guru hendaki tercapai adalah agar anak dapat menulis, maka perumusan
TPK-nya harus mendukung tercapainya keterrampilan menulis yang diinginkan. Baik
keterampilan membacamaupun keteramilan menulis adalah perilaku (behavior) yang
hendak dihasilkan dari kegiatan belajar mengajar. Bila kedua keterampila
tersebut dikuasai oleh anak, maka guru dikatakan berhasil dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar. Tentu saja keberhasilan itu diketahui setelah
dilakukan tes formatif diakhir pengajaran.
Akhirnya,
tujuan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar
dalam setiap kali pertemuan kelas.
2.6.2
Guru
Guru adalah tenaga pendidik yang
memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Guru adalah
orang yang berpengalaman dalam bidang profesinya. Dengan keilmuan yang
dimilikinya, dia dia dapat menjadikan anak didik menjadi orang yang cerdas.
Setiap
guru mempunyai kepribadian masing-masing sesuai dengan latar belakang kehidupan
sebelum mereka menjadi guru. Kepribadian guru iakui sebagai aspek yang tidak
bias dikesampingkan dari kerangka keberhasilan belajar mengajar untuk
mengantarkan anak didik menjadi orang yang berilmu pengetahuan dan
berkepribadian. Dari kepribadian itulah mempengaruhi pola kepemimpinan yang
guru perlihatkan ketika melaksanakan tugas mengajar dikelas.
Andangan
guru terhadap anak didik akan mempengaruhi kegiatan mengajar guru di kelas.
Guru yang memandang anak sebagai mahluk individual dengan segala perbedaan dan
persamaannya, akan berbeda dengan guru yang memandang anak didik sebagai mahluk
social. Perbedaan pandangan dalam memandang anak didik ini akan melahirkan
pendekatan yang berbeda pula. Tentu saja, hasil proses belajar mengajarnyapun
berlaianan.
Latar
belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek yang
mempengaruhikompetensi seorang guru dibidang pendidikan dan pengajaran. Guru
pemula dengan latar belakang pendidik keguruan lebih mudah menyesuaikan diri
dengan lngkungan sekolah. Karena dia sudah dibekali dengan seperangkat teori
sebagai pendukung pengabdiannya. Kalaupun ditemukan kesulitan hanya pada
aspek-aspek tertentu. Hal itu adalah suatu hal yang wajar. Janagankan bagi guru
pemula , bagi guru yang sudah
berpengalaman pun tidak akan pernah dapat menghadirikan diri dari berbagai
masalah disekolah. Hanya yang membedakannya adalah tingkat yang ditentukan. Tingkat kesulitan
yang ditemukan oleh guru semakin hari semakin berkurang pada aspek tertentu
seiring dengan bertambahnya pengalaman sebagai guru.
Guru
yang bukan berlatar belakang pendidikan keguruan dan ditambah tidak
berpengalaman mengajar, akan banyak menemukan masalah dikelas. Terjun menjadi
guru mungkin dengan tidak membawa bekal berupa teori-teori pendidikan dan
keguruan. Sepertikebanyakan guru pemula, jiwanya juga labil, emosinya mudah
terangsang dalam bentuk keluhan dan berbagai bentuk sikap lainnya, tetapi
dengan semangat dan penuh ideuntuk suatu tugas.
Berbagai
permasalahan yang ditemukan di depan adalah aspek-aspek yang ikut mempengaruhi
keberhasilan belajar mengajar. Paling
tidak, keberhasilan belajar mengajar yang dihasilkan bervariasi. Bahan
pelajaran yang diberikan oleh guru dala setiap kali pertemuan kelas. Variasi
hasil produk ini patokannya adalah tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh
setiap anak didik.
2.6.3
Anak Didik
Anak didik adalah orang yang dengan sengaja datang ke
sekolah. Orang tuanya yang memasukkannya untuk dididik agar menjadi orang yang
berilmu pengetahuan di kemudian hari. Kepercayaan orang tua anak di terima oleh
guru dengan kesadaran dan penuh keikhlasan. Maka jadilah guru sebagai pengemban
tangggung jawab yang diserahkan itu.
Tanggung jawab guru tidak hanya terdapat seorang anak, tetapi
dalam jumlah yang cukup banyak. Anak yang dalam jumlah yang cukup banyak itu
tentu saja dari atar belakang kehidupan sosial keluarga dan masyarakat yang
berlainan. Karenanya, anak-anak berkumpul disekolah pun mempunyai karakteristik
yang bermacam-macam. Kepribadian mereka ada yang pendiam, ada yang periang, ada
yang suka berbicara, ada yang kreatif, ada yang keras kepala, ada yang manja
dan sebagainya. Intelektual mereka juga dengan tingkat kecerdasan yang
bervariasi. Biologis mereka dengan struktur atau keadaan tubuh yang tidak
selalu sama. Karena itu, perbedaan anak pada aspek biologis, intelektual, dan
psikologis ini mempengaruhi kegiatan belajar mengajar.
Anak yang dengan ciri-ciri mereka masing-masing itu berkumpul
didalam kelas, dan yang mengumpulkannya tentu sajaguru atau pengelola sekolah.
Banyak sedikitnya jumlah anak didi dikelas akan mempengaruhi pengelolaan kelas.
Jumlah anak didik yang banyak dikelas, misalnya 30 sampai 45 orang, cenderung
lebig sukar dikelola, karena lebih mudah terjadi konfli di antara mereka. Hal
ini akan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar mengajar. Apalagi bila
anak-anak yang dikumpulkan itu sudah terbiasa kurang disiplin.
Anak yang menyenangi pelajaran tertentu dan kurang menyenangi
pelajaran lain adalah perilaku anak yang bermula dari sikap mereka karena minat
yang berlainan. Hal ini mempengaruhi kegitan belajar anak. Biasanya pelajaran
yang disenangi, dipelajari oleh anak dengan senang hati pula. Sebaliknya,
pelajaran yang kurang disenangi jarang dipelajari oleh anak, sehingga tidak
heran bila isi dari pelajaran itu kurang dikuasai leh anak. Akibatnya, hasil
ulangan anak itu jelek.
Sederetan angka yang terdapat di buku rapor adalah bukti
nyata dari keberhasilan belajar mengajar. Angka-angka itu bervariasi dari angka
lima sampai sembilan. Hal itu sebagai bukti bahwa tingkat penguasaan anak
terhadap bahan pelajaran berlainan untuk setiap bidang studi. Daya serap anak
bermacam-macam untuk dapat menguasai setiap bahan pelajaran yang diberikan oleh
guru. Karena itu, dikenalah tingkat keberhasilan yang maksimal (istimewa),
optimal (baik sekali), minimal (baik) dan kurang setiap bahan yang dikuasai
oleh anak didik.
Dengan demikian, dapat diyakini bahwa anak didik adalah unsur
manusiawi yang mempengaruhi kegiatan belajar mengajar berikut hasil dari
kegiatan itu, yaitu keberhasilan belajar mengajar.
2.6.4
Kegiatan Pengajaran
Pola umum kegiatan pengajaran adalah
terjadiya interaksi antara guru dengan anak didik dengan bahan sebagai
perantaranya. Guru yang mengajar, anak dididk yang belajar. Maka guru adalah
orang yang menciptakan lingkungan belajar bagi kepentingan belajar anak didik.
Anak didik adalah orang yang digiring kelingkungan belajar yang telah
diciptakan oleh guru. Gaya mengajar guru berubah mempengaruhi gaya belajar anak
dididk. Tetapi disini gaya mengajar guru dominan mempengaruhi gaya belajar anak
didik. Gaya-gaya mengajar dapat dibedakan ke dalam empat macam yaitu gaya mengajar klasik, gaya teknologis, gaya
mengajar personalisasi, dan gaya mengajar internasional.
Dalam kegiatan belajar mengajar,
pendekatan yang guru ambil akan menghasilkan kegiatan anak didik yang
bermacam-macam. Guru ya ng menggunakan pendekatan individual, misalnya berusaha
memahami anak didik sebagai makhluk individual dengan segala persamaan dan
perbedaan. Guru yang menggunakan pendekatan kelompok berusaha memahami anak
didik sebagai makhluk sosial. Dari kedua pendekatan tersebut lahirlah kegiatan
belajar mengajar yang beralainan dengan tingkat keberhasilan belajar mengajar
yang tidak sama pula. Perpaduan dari kedua pendekatan itu malah akan
menghaslkan hasil belajar mengajar yang lebih baik.
Strategi penggunaan metode mengajar amat
menentukan kualitas hasil belajar mengajar. Hasil pengajaran yang dihasilkan
dari penggunaan metode ceramahtidak sama dengan hasil dengan pengajaran yang
dihasilkan dari penggunaan metode tanya jawab atau metode diskusi. Demikian
juga halnya dengan hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode problem solving berbeda dengan hasil
pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode resitasi.
Jarang ditemukan guru hanya menggunakan
satu metode dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Hal ini disebabkan
rumusan tujuan yang guru buat tidak hanya satu, tetapi bisa lebih dari dua
rumusan tujuan. Itu berarti menghendaki penggunaan metode pengajaran yang harus
lebih dari saru metode. Metode pengajaran yang satu untuk mencapai tujuan yang
satu, sementara metode mengajar yang lain untuk mencapai tujuan yang lain.
Bermacam-macam penggunaan metode mengajar akan menghasilkan hasil belajar
mengajar yang berlainan kualitasnya. Penggunaan metode ceramah misalnya, adalah
strategi pengajaran untuk mencapai tujuan pada tingkat yang rendah. Beberapa
dengan penggunaan metode problem solving.
Penggunaan metode ini tentu saja untuk mencapai tujuan pengajaran pada
tingkat yang tinggi. Jadi, penggunaan metode mengajar mempengaruhi tinggi
rendahnya mutu keberhasilan belajar mengajar.
Dengan demikian, kegiatan pengajaran
yang dilakukan oleh guru mempengaruhi keberhasilan.
2.6.5
Bahan dan Alat Evaluasi
Bahan evaluasi adalah suatu bahan yang
terdapat di dalam kurikulum yang sudah dipelajari oleh anak didik guna
kepentingan ulangan. Biasanya bahan pengajaran itu sudah dikemas dalam bentuk
buku paket untuk dikonsumsi oleh anak didik. Setiap anak didik dan guru wajib
mempunyai buku paket tersebut guna kepentingan kegiatan belajar mengajar di
kelas.
Bila tiba masa ulangan, semua bahan yang
telah diprogramkan dan harus selesai dalam jangka waktu tertentu dijadikan
sebagai bahan untuk pembuatan item-item soal evaluasi. Gurulah yang membuatnya
dengan perencanaan yang sistematis dan dengan penggunaan alat evaluasi.
Alat-alat evaluasi yang umumnya digunakan tidak hanya benar-salah (true-false) dan pilihan ganda (multiple-choice) tapi juga menjodohkan (maching), melengkapi (completion) dan essay.
Masing-masing alat evaluasi itu
mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Menyadari akan hal itu, jarang
ditemukan perbutan item-item soal yang hanya menggunakan satu alat evaluasi.
Tetapi guru sudah menggabungkan lebih dari satu alat evaluasi.
Benar-salah (B-S) dan pilihan ganda
adalah bagian dari tes objektif. Maksudnya, objektif dalam hal pengoreksian,
tapi belum tentu objektif dalam jawaban yang dilakukan oleh anak didik. Karena
sifat alat ini mengharuskan anak didik memilih jawaban yang sudah disediakan
dan tidak ada alternatif lain diluar dari alternatif itu, maka bila anak didik
tidak dapat jawabannya, dia cenderung melakukan tindakan spekulasi, pengambilan
sikap untung-untungan ketimbang tidak berisi. Bila benar untung, bila salah tidak
menjawab soal. Strategi lainnya laagi adalah anak didik melakukan kerja sama
dengan teman-temannya yang kebetulan duduk berdekatan. Kerja samanya teratur
rapi dan terkadang guru kurang dapat mengontrolnya. Sebab dalam melakukan kerja
sama itu mereka menggunakan sandi-sandi tertentu yang hanya kelompok mereka
itulah yang dapat mengetahuinya. Sandinya misalnya, dalam bentuk kode acungan
jempol, gerakan tubuh atau isyarat melalui benda yang sudah mereka sepakati
sebelum ulangan dilaksanakan dan sebagainya.
Pembuatan item soal dengan menggunakan
alat tes objektif dpat menampung hamper semua pelajaran yang sudah dipelajari
oleh anak didik dalam satu semester, tapi kelemahannya terletak pada penguasaan
anak didik terhadap bahan pelajaran yang bersifat semu, suatu penguasaan bahan
pelajaran yang masih samar-samar. Jika alternative itu tidak dicantumkan,
kemungkinan besar anak didik kurang mampu memberikan jawaban yang tepat.
Alat tes dalam bentuk essay dapat mengurangi sikap dan
tindakan spekulasi pada anak didik. Sebab alat tes inni hanya dapat dijawab
bila anak didik betul-betul menguasai bahan pelajaran dengan baik. Bila tidak,
kemungkinan besar anak didik tidak dapat menjawabnya dengan baik dan benar.
Kelemahan alat tes ini adalah dari segi pembuatan item soal tidak semua bahan
pelajaran dalam satu semester dapat tertampung untuk disuguhkan kepada anak
didik pada waktu ulangan. Essay memang
alat tes yang tidak objektif, karena dalam penilaiannya kalaupun ada standar
penilaian masih terpengaruh degan selera guru. Apalagi bila tulisan anak didik
tidah mudah dibaca, kejengkelan hati segera muncul dan pemberian nilai tanpa
pemeriksaan pun dilakukan.
Maraknya tindakan spekulatif pada anak
didik barang kali salah satu faktor penyebabnya adalah teknik penilaian yang
berlainan dengan rumus penilaian menurut kesepakatan para ahli. Untuk tes
objektif mempunyai rumus penilaian masing-masing. Jadi, ke sanalah rujukan
standar penilaian itu, bukan membuat rumus penilian yang cenderung mendatangkan
sikap dan tindakan spekulatif pada anak didik. Bahkan pembuatan soal pun harus
bergerak dari yang mudah, sedang, hingga ke yang sukar dengan proporsi
tertentu. Membuat rumus penilaian sendiri tidak dilarang. Selama pembuatannya
menutup jalur-jalur spekulatif pada anak didik.
Berbagai masalah yang telah dikemukakan
tersebut mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Validitas dan reliabilitas
data dari hasil evauasi itulah yang mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar.
Bila alat test itu tidak valid dan tidak reliable, maka tidak dapat dipercaya
untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar mengajar.
2.6.6
Suasana Evaluasi
Selain faktor tujuan, guru, anak didik,
kegiatan pembelajaran serta bahan dan alat evaluasi, faktor suasana
evaluasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar.
Pelaksanaan evaluasi biasanya dilaksanakan di dalam kelas. Semua anak didik
dibagi menurut kelas masing-masing. Kelas I, kelas II, dan kelas III
dikumpulkan menurut tingkatan masing-masing. Besar kecilnya jumlah anak didik
yang dikumpulkan didalam kelas akan mempengaruhi suasana kelas. Sekaligus
mempengaruhi suasana evaluasi yang dilaksanakan. Sistem silang adalah teknik
lain dari kegiatan mengelompokkan anak didik dalam rangka evaluasi. Sistem ini
dimaksudkan untuk mendapatkan hasil evaluasi yang benar-benar objektif.
Karena sikap mental anak didik belum semuanya siap untuk
berlaku jujur, maka dihadirkanlah satu atau dua orang pengawas atau guru yang
ditugaskan untuk mengawasinya. Selama pelaksanaan evaluasi, selama itu juga
seorang pengawas mengamati semua sikap, gerak-gerik yang dilakukan oleh anak
didik. Pengawasan yang dilakukan itu tidak hanya duduk berlama-lama dikursi,
tetapidapat berjalan dari muka ke belakang sewaktu-waktu sesuai dengan keadaan.
Sikap yang merugikan pelaksanaan evaluasi dengan seorang
pengawas adalah membiarkan anak didik melakukan hubungan kerjasama di antara
anak didik. Pengawas seolah-olah tidak mau tau dengan apa yang dilakukan oleh
anak didik selama ulangan. Tidak peduli apakah anak didik menyontek, membuka
kertas kecil yang berisi catatan yang baru diambil dari balik pakaian, atau
membiarkan anak didik bertanya jawab dalam upaya mendapatkan jawaban yang
benar. Lebih merugikan lagi adalah sikap pengawas yang dengan sengaja menyuruh
anak didik membuka buku atau catatan untuk mengatasi ketidakberdayaan anak
didik dalam menjawab item-item soal. Dalam dalih, karena koreksinya sistem
silang, malu kebodohan anak didik diketahui oleh sekolah lain.
Suasana evaluasi yang demikian tentu saja, disadari atau
tidak, merugikan anak didik untuk bersikap jujur dengan sungguh-sungguh belajar
dirumah dalam mempersiapkan siri menghadapi ulangan. Anak didik merasa
diperlakukan secara tidak adil, mereka tentu kecewa, mereka sedih, mereka
berontak dalam hati, mengapa harus terjadi suasana evaluasi yang kurang sedap
dipandang mata itu. Dimanakah penghargaan engawas atas jerih payahnya belajar
selama ini. Mungkin masih banyak lagi pertanyaan yang berkecamuk di dalam diri
anak didik.
Dampak dikemusian hari dari sikap pengawas yan demikian itu,
adalah mengakibatkan anak didik kemungkinan besar malas belajar dan kurang
memperhatikan penjelasan guru ketika belajar mengajar berlangsung. Hal inilah
yang seharusnya tidak boleh terjadi pada diri anak didik. Inilah dampak yang
merugikan terhadap keberhasilan belajar mengajar.
2.7
Aspek-aspek Psikologi dari Kesulitan Belajar
2.7.1
Tingkat kecerdasan
/intelegensi siswa
Inteligensi ialah kemampuan
untuk menemukan, yang bergantung pada pengertian yang luas dan ditandai oleh
adanya suatu tujuan tertentu dan adanya pertimbangan-pertimbangan yang bersifat
korektif. Jelasnya, inteligensi itu meliputi pengertian penemuan sesuatu yang
baru, adanya keyakinan atau ketetapan hati dan adanya pengertian terhadap
dirinya sendiri.
Pendapat lain menyatakan bahwa inteligensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Dengan dengan demikian, diketahui bahwa inteligensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Namun diakui, memang, peran otak dalam hubungannya dengan inteligensi manusia lebih menonjol daripada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan “menara pengontrol” hampir seluruh aktivitas manusia.
Pendapat lain menyatakan bahwa inteligensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Dengan dengan demikian, diketahui bahwa inteligensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Namun diakui, memang, peran otak dalam hubungannya dengan inteligensi manusia lebih menonjol daripada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan “menara pengontrol” hampir seluruh aktivitas manusia.
Sudah menjadi sebuah
keyakinan bersama dan dibuktikan secara empiris bahwa tingkat kecerdasan atau
inteligensi seseorang (siswa) sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar.
Ini bermakna, semakin tinggi tingkat kecerdasan seorang siswa maka semakin besar
peluangnya meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat
kecerdasannya maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh sukses.
2.7.2
Sikap Siswa
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif
berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons (response tendency) dengan
cara yang relatif terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara
positif maupun negatif.
Yang sangat memegang peranan penting dalam sikap ialah faktor perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respons, atau kecenderungan untuk bereaksi. Dalam beberapa hal sikap merupakan penentu yang penting dalam tingkah laku manusia. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakannya atau menjauhi/menghindari sesuatu.
Yang sangat memegang peranan penting dalam sikap ialah faktor perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respons, atau kecenderungan untuk bereaksi. Dalam beberapa hal sikap merupakan penentu yang penting dalam tingkah laku manusia. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakannya atau menjauhi/menghindari sesuatu.
Dalam proses pembelajaran sikap termasuk salah satu yang
mempengaruhi proses pembelajaran. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa
respon positif yang diberikan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan
merupakan pertanda baik dalam mengikuti proses belajarnya. Sebaliknya, respon
negatif yang berikan terhadap mata pelajaran atau guru bahkan diberangi dengan
kebencian akan dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa. Jika kesulitan
belajar telah dialami siswa maka tingkat keberhasilan belajar tidak akan
tercapai.
2.7.3
Bakat Siswa
Bakat adalah kemampuan individu untuk melakukan tugas
tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan). Seorang
yang siswa yang memiliki bakat dalam bidang tata bahasa Arab, misalnya, akan
jauh lebih mudah menyerap informasi, pengetahuan dan keterampilan yang
berhubungan dengan bidang tersebut dibanding dengan siswa lainnya.
Berhubungan dengan hal di atas, bakat akan mempengaruhi
tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar bidang studi tertentu. Oleh
karenanya, sangat tidak bijaksana apabila orang tua memaksa untuk menyekolahkan
anaknya pada jurusan keahlian tertentu yang tidak sesuai dengan bakat yang
dimiliki anak.
2.7.4 Minat Siswa
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan
dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat
seperti yang dipahami dan dipakai orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas
pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu (Muhibbin
Syah, 1997:136). Umpamanya, seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap PAI
akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya.
Menurut Slameto (1987:180), minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikaitan pada suatu hal atau aktivitas ada yang menyuruh. Ws. Winkel (1983:78) mengartikan minat sebagai kecenderung yang agak menetap untuk merasa tertarik pada bidang-idang studi tertentu. Sementara itu WS. Winkel (1983:61) mengartikan minat sebagai kecenderungan yang agak menetap untuk merasa tetarik pada pada bidang-bidang studi tertentu.
Belajar akan menjadi suatu siksaan dan tidak memberi manfaat jika tidak disertai sifat terbuka bagi bahan-bahan pelajaran. Guru yang berhasil membina siswanya berarti ia telah melakukan hal-hal yang paling penting yang dapat dilakukan demi kepentingan belajar siswa-siswanya. Sebab minat bukanlah sesuatu yang ada begitu saja, melainkan sesuatu yang dapat dipelajari.
Pada dasarnya minat ada yang muncul dengan sendirinya yang disebut minat spontan dan ada minat yang muncul dan dibangkitkan dengan sengaja. Pendapat lain mengatakan bahwa minat terbagi kepada dua bagian, yaitu minat pembawan dan lingkungan. Biasanya minat ini muncul berdasarkan bakat yang ada, misalnya apabila seseorang memiliki bakat di bidang pendidikan (guru) maka ia akan masuk ke fakultas keguruan. Minat seseorang bisa saja berubah karena adanya pengaruh seperti kebutuhan dan lingkungan.
Menurut Slameto (1987:180), minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikaitan pada suatu hal atau aktivitas ada yang menyuruh. Ws. Winkel (1983:78) mengartikan minat sebagai kecenderung yang agak menetap untuk merasa tertarik pada bidang-idang studi tertentu. Sementara itu WS. Winkel (1983:61) mengartikan minat sebagai kecenderungan yang agak menetap untuk merasa tetarik pada pada bidang-bidang studi tertentu.
Belajar akan menjadi suatu siksaan dan tidak memberi manfaat jika tidak disertai sifat terbuka bagi bahan-bahan pelajaran. Guru yang berhasil membina siswanya berarti ia telah melakukan hal-hal yang paling penting yang dapat dilakukan demi kepentingan belajar siswa-siswanya. Sebab minat bukanlah sesuatu yang ada begitu saja, melainkan sesuatu yang dapat dipelajari.
Pada dasarnya minat ada yang muncul dengan sendirinya yang disebut minat spontan dan ada minat yang muncul dan dibangkitkan dengan sengaja. Pendapat lain mengatakan bahwa minat terbagi kepada dua bagian, yaitu minat pembawan dan lingkungan. Biasanya minat ini muncul berdasarkan bakat yang ada, misalnya apabila seseorang memiliki bakat di bidang pendidikan (guru) maka ia akan masuk ke fakultas keguruan. Minat seseorang bisa saja berubah karena adanya pengaruh seperti kebutuhan dan lingkungan.
2.7.4
Motivasi Siswa
Motif merupakan pendorong
bagi suatu organisme untuk melakukan sesuatu. Pendapat lain mengatakan bahwa
motif ialah keadaan internal organisem –baik manusia ataupun hewan– yang
mendorongnya untuk berbuat sesuatu.
Motivasi dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah
hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat
mendorongnya melakukan tindakan belajar. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah
hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya
untuk melakukan kegiatan belajar. Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik yang
bersifat internal maupun yang bersifat eksternal, akan menyebabkan kurang
bersemangatnya siswa dalam melakukan proses pembelajaran materi-materi
pelajaran baik di sekolah maupun di rumah.
BAB
III
PENUTUP
Dari
pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bhwa untuk mengetahui tercapai
tidaknya TIK, guru perlu mengadakan tes formatif setiap selesai menyajikan satu
bahasan kepada siswa. Penilaian formatif ini untuk mengetahui sejauh mana siswa
telah menguasai tujuan intruksional khusus (TIK) yang ingin dicapai.
Dan dalam mengukur dan
mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar tersebut dapat dilakukan melalui tes
prestasi belajar. Dan apabila tujuan pembelajaran belum berhasil maka perlu
diadakan perbaikan yang didalamnya mengandung kegiatan-kegiatan sebagai yaitu :
mengulang pokok bahasan seluruhnya, mengulang bagian dari pokok bahasan yang
hendak dikuasai,
memecahkan masalah atau
menyelesaikan soal-soal bersama-sama dan memberikan tugas-tugas khusus.